Sejarah
adalah politik masa lalu, sedang politik adalah sejarah kontemporer. Kesadaran
sejarah inilah yang membentuk penyangga terpenting dalam pendidikan politik.
Pemahaman tentang politik Islam dari masa Rasulullah saw hingga sejarah politik
umat islam hari ini.
A.
Politik Arab; antara Orang Desa dan Orang Kota
Pada masyarakat pedesaan, ikatan
yang terbangun diantara mereka adalahikatan kesukuan dan darah. Ikatan ini
membuat siapapun yang tidak sesuku dan sedarah dengan mereka akan menjadi
musuh. Mereka tidak mengenal keorganisasian standar, apalagi system politik;
mereka juga tidak membentuk institusi yang mengatur urusan mereka, sehingga hak
dan kewajiban sesame mereka disamaratakan. Bahkan, kepala suku mereka tidak
mempunyai kekuasaan apa-apa kecuali sekedar tokoh masyarakat yang menjaga
persatuan sukunya. Mereka tidak mempunyai perangkat aturan yang mengatur
berbagai aspek kehidupan meraka.
Bagaimana
dengan masyarakat Arab perkotaan seperti Mekkah atau Yatsrib misalnya? Menurut
Dr. Muhammad salim Al-Awwa, jika dilihat dari segi politik, kondisi mereka
tidak lebih baik dari masyarakt pedesaan.
Apalagi
system politik, merekatidak mengetahuinya sama sekali, baik yang tinggal
diperkotaan, maupun yang dipedasaan. Tidak juga penduduk Yatsrib dan kota-kota
lainnya. Ikatan yang ada diantara mereka hanyalah ikatan suku dan darah. Bahkan
ikatan kesukuan itulah yang menjadi kawah panas perpecahan diantara mereka yang
sering kali berakhir dengan peperangan.
B.
Karakter Masyarakat Mekkah; Bintang-Bintang yang Terkubur
Masyarakat yang dikenal jahil
atau bodoh itu sebetulnya pandai benar bersyair. Sebagian besar dari mereka
memeang tidak membaca, apalagi menulis. Akan tetapi, memori otak mereka seperti
alat perekam. Merka juga mempunyai dasar-dasar karakter, seprti dermawan, atau
keberanian mereka dalam perperangan. Kesabaran mereka akan kesederhanaan,
kekuatan rata-rata fisik sangant potensisal untuk menaklukkaan bangsa lain
andai saja mereka mempunyai cukup visi dan pemimpin yang membawa mereka dari
pinggiran peradaban ke pusatnya.
Akan tetapi, mutiara kebaikan
dan keunggulan yang Allah anugrahkan kepada mereka itu terkotori tingkah yang
bermasalah. Gererlap mutiaranya terbungkus lumpur kebodohan. Semua itulah yang
disebut jahiliyah yang mengubur potensi-potensi yang Allah anugrahkan kepada
mereka, hingga datanglah seorang reformer. Dialah Muhammad sang Nabi dan Rasul
terakhir, bukan ditunjukan kepada satu bangsa atau satu negri, tapi untuk
segenap umat manusia.
C.
Cita-Cita Peradaban Islsam; Misi dan Sarannya
Rasul saw mengajari umatnya
untuk memulai dari akhir. Ia menyebutnya cita-cita jangka panjang. Cita-cita
internasionalisasi Islam untuk seluruh umat manusia. Cita-cita ini tidak disebunyikan
kemudian baru diisukan saat umat Islam telah mempunyai Negara, tapi justru dari
awal dilantangkan. Bahwa satu-dua kontribusi mereka untuk Islam diawal-awal
akan membentuk bulat lonjongnya wajah peradaban kemanusiaan hari ini.
Cita-cita yang besar harusla
diterjemahkan ke dalam misi yang jelas dan terukur. Misi-misi tersebut juga
harus diiplementasikan melalui sarana-sarana yang sesuai dengan karakter
zamannya. Pertama, mendeklarasikan cita-cita Islam yaitu Islam yang meliputi
seluruh sisi kehidupan, dan kedua, meneggakkan Negara nubuwwah di Madinah yang
dari sana beliau rekat ikat social yang sempurna di bawah system Islam.
Mengapa
Negara?
“ ,,, taatilah Allah dan
taatilah RAsul-Nya dan ulil amri diantara kamu,,,” (An-Nisa:58-59)
Masyarak muslim harus memiliki
Negara sendiri yang dipatuhi. Jika tidak, ayat tersebut tidaklah terlaksana di
alam nyata. Negara yang disana tidak ada yang membimbing kecuali bimbingan
risalah Islam.
D.
Sisi Politik Sejarah Rasul; Membangu Unsur Negara Pertama
Dalam konteks sejarah perdaban
Islam, langkah Rasulullah saw adalah mempromosikan ajaran baru di Mekkah lalu
membangun Negara nubuwah atau Negara Islam di Madinah hingga Islam menjadi
agama internasional yang menyinari manusia. Akan tetapi, dalam konteks sejarah
politik Islam, sisi yang dipotret adalah langkah politik Rasulullah saw untukk
mendirikan Negara Islam di Madinah, lalu langkah khulafaurasyidin dlam
mengembangkan system politik Islam, kemudian para penerusnya dalam membangun
corak baru perpolitikan di daulahnya masimg-masing. Inilah inti sudut pandang
dalam sejarah Islam.
Peran Rasulullah saw disini
adalah membangun unsure Negara Islam pertama di Madinah, Negara pionir yang
kemudian hari menjadi basis perluasan ke seluruh dunia.
1.
Politik Rasul di Makkah; Dari Gua Hira untuk Membangun
Negara
a.
Mencetak Manusia Baru
Gua Hira, disanalah Rasulillah
saw menyendiri menyadari kerusaka masyarakatnya juga menyadari keterbatasan
dirinya sebagai manusia biasa, mencoba memaksakan dirinya untuk mencari-cari
obat bagi penyakit yang akut menahun dan berabad ini, yaitu kejahilan.
Usaha manusia telah mencapai
batasnya. Keingina Rasulullah sawa untuk mengubah masyarakatnya telah teruji.
Berkali-kali beliau harus bersusah-susah ke gua itu hanya untuk menemukan
‘ramuan obat’ yang tepat, namun ramuan yang diinginkan tak juga ada, tak juga
tersedia, hingga setelah berlalu tiga tahun uzlah dan penenangan diri, berlalu
enam bulan malam ke “1 Ramadhan datanglah pertolomgam Allah itu, dibalik
lapisan puncak usaha manusia yang ikhlas. Kematangan pribadi Muhammad saw telah
dicapai pada usia 40 tahun menurut tahun Hijriyah atau 39 tahun 3 bulan menurut
tahun Masehi. Sebagai manusia, Muhammada saw sudah sampai pada puncaknya dengan
gelar Al-Amin yang satu-satunya di alam semesta ini sepanjang sejara.
b.
Prinsip Islam di Mekkah
Tidak semua aturan kehidupan
diturunkan allah di Mekkah sementara kebutuhan zaman tidak menghendakinya.
Zaman hanya menghendaki agar generasi pertama itu mempunyai kekuatan akidah.
Ajaran Islam di Mekkah tidak hanya tentang konsep ketuhanan, tetapi yang
diajarkan disana juga mencangkup hari kiamat, iman terhadap kisah-kisah para
nabi terdahulu, juga menjelaskan nilai-nilai moral yang diperlukan untuk
menggantikan sisa-sisa jahiliah.
Puncak kematangan
manusia-manusia yang dibina Rasulullahsaw itu ada ketika momen hijrah. Hijrah
bagi manusia-manusia generasi pertama itu bermakna pengorbanab harta, rumah
ternak, bahkan anak dan istri jika mereka masih kafir.
2.
Politik Rasul di Madinah; Suasana Baru Masyarakat Baru
a.
Tanah dan Pembangunan Infrastruktur Negara
Pembangunan tanah baru mereka
itu bermula dari pembangunan-pembangunan infrastruktur Negara dan symbol
pertama pusat perdaban mereka, yaitu masjid. Di sana kaum muslimin memusatkan
kegiatan ritual ibadahnya, disana mereka menemui pemimpinnya, gurunya, nabinya,
Muhammad saw. Disana mereka mulai menata ualang struktur pemahamannya akan
Tuhan, diri, dan kehiduopan, menata ulang pengetahuan lalu membangun
basis-basis pengetahuan. Para sahabat yang menjadi penghulu keilmuan
mengalirkan ilmunya kepada para sahabat lain di mesjid itu pula
b.
Kekuatan politik
Rasulullah membuat
kekuatan politik dengan membuat aturan atau undang-undang yang akan dita’ati
dan menjadi landasan kehidupan manusia-manusia baru yang bergabung dalam
masyarakat baru. Diatastanah baru, yaitu masyarakat madinah di atas tanah
madinah. Aturan tersebut bertujuan untuk menjelaskan hak dan kewajiban. Aturan
tersebut disebut juga as-shahifah atau juga piagam madinah.
Rasulullah saw merapikan pola
interaksi masyarakat Madinah. Tujuannya untuk menegaskan aturan-aturan seluruh
elemen masyarakat di dalam Madinah, juga menjelaskan hak dan kewajiban mereka.
Aturan politik ini disebut juga As-Sahahifah.
Sebagian yang lain menyebut kekuatan politik dengan Dustur A-Madaniyyah atau piagam Madinah atau Undang-undang Madinah.
Piagam ini terdiri atas 47 pasal.
Disana
berisi juga konsep pemerintahan, kemasyarakatan dan kependudukan, stabilitas
dalam negri dan luar negri, juga budaya dan social, sebagai berikut
1)
Konsep Pemerintahan
2)
Konsep Kemasyarakatan
dan Kependudukan
a.
Kohesi Sosial Sesama Muslim
b.
Umat; Ikatan Akidah dan Ikatan Tanah Air
c.
Kohesi Sosial antara Muslim dan Yahudi
3)
Konsep Stabilitas Dalam dan Luar Negri
4)
Konsep Sosial dan Budaya
E.
Tegaknya Semua Unsur Negara Islam
Disinilah sekarang Rasulullah
saw setelah hijrah ke Madinah, beliau mulai menata batu bata sebuah Negara.
Setelah manusia disiapkan, setelah nilai akidah Islam ia semai, setelah daerah
ia tempati dan diatas tanahnya ia bangun infrastrukturnya, juga setelah
kekuatan politik ia genggam dengan Piagam Madinah yang disepakati seluruh warga
masyarakat maka berdirilah Negara Islam itu. Sebuah Negara nubuwah. Sebuah
Negara madani yang dipimpin seorang nabi Allah. Tapi sekali lagi, Negara
bukanlah tujuan akhir. Ia adalah sarana. Ia adalah alat untuk mempermudah
kerja-kerja yang jauh lebih besar lagi.
POLITIK
KHULAFAURASYIDIN
A.
Pemilu Pertama
Ketika Rasulullah saw meninggal,
kaum muslimin benar-benar tergumcang. Sebagian mereka terkaget-gaket, sebagian
mereka tidak mampu berdiri, sebagian mereka terkunci lidahnya dan tak mampu
berkata-kata, bahkan sebagian lagi menolak berita ini. Kehilangan Rasulullah
saw berarti teputusnya wahyu untuk selamanya, dan inilah yang paling
mengguncang mereka dan disusul oleh sahabat lainnya.
1.
Pelajaran Politik dalam Pemilu Abu Bakar
Sejarah mencatat bahwa
Rasulullah saw tidak menunjuk penggantinya secara ekspilit. Namun Rasulullah
saw meninggalkan sebuah prinsip politik yang sangat penting, yaitu syura.
Musyawarah besar di Tsaqifah
mengajarkan bahwa pemilihan kepala Negara diatur dan disepakati oleh paea pakar
muslim yang ada di zaman tersebut selama masih menggunakan prinsip syura.
Suara-suara perdebatan itu hanya berputar di tempat musyawarah sehingga ketika
keputusan diambil dengan alas an yang rasional dan seluruh peserta sepakat,
meraka semua tidak lagi berbicara kaliamt lain selain keputusan syura.
2.
Sosialisasi Pemimpin Negara Baru
Pidato Abu Bakar sangat dalam,
sehingga tidak asing jika ia mengabdi:
“wahai manusia! Aku benar-benar telah diangkat untuk
memimpin kalian, padahal aku bukanlah yang terbaik diantara kalian
3.
Dari Nubuwah Menjadi Khalifah
Khalifah berarti pengganti
sesuatau yang telah tiada, baik itu karena mati, hilang, atau lemah. Sekarang
pemimpin Negara itu telah berganti, menjadi seorang Abu Bakar, manusia biaasa
yang tidak luput dari kesalahan, namun cerdas dan bekreasi dalam membangun
Negara baru untuk bergerak menuju peradaban.
4.
Kebijakan Politik Abu Bakar; Pengokohan Seluruh Sendi
Pemerintahan
Selalu ada tiga pilihan, yaitu
menerima Islam dan bersaudara bersamanya dalam kedamaian atau tetap dalam
kekafiaran mereka namun membayar jizyah atau menolak sama sekali dan memilih
perang.
5.
Abu Bakar Pergi, Pemimpin Baru Datang
Abu Bakar menyerahkan proses pemilu Khalifa baru ke tangan
masyarakat. Ia memberikan hak pemilihan itu ke tanganmereka dan ternyata
masyarakat muslim sama sekali tidak meragukan profesionalisme dan kebersihan
pribadi Abu Bakar. Malah mereka mengatakan, “ Pendapat kami tergantung
pandangan anda, wahai Khalifah Rasulullah”
B.
Umar bin Khatab; Ekspensi dan Pembangunan
Umar membuat perangkat politik serba baru yang bahkan tidak
ada contohnya di zaman Rasul ataupun di zaman Abu Bakar.
1.
Pemimpin Dunia Tanpa Pengawal
2.
Syura; Satu Prinsip beda Sistem
3.
Para calon Khalifah adu Ketulusan
C. Utsman bi Affan;
Bangun Perdaban Hadapi Makar
Prinsip-prinsip utama politik
tetap ia junjung tinggi; syura, keadilan dan kebasan dan kesetaraan.
D. Ali, Tegar di depan Badai
Fitnah
Perang Jamal, Perang Ahiffin, permusuhan-permusuhan antara
mayoritas kaum muslimin dan para pendukung fanatic Muawiyyah bin Abi Sufyan,
hingga akhir kematiammya adalah hasil perencanaan kaji kaum Khawarij.
Hana Kamilah - AS2010B
No comments:
Post a Comment