Shanin A. Shayan CEO and Board
Member of Barakat Foundation, “The biggest risk facing the global Financial
System is not a fall in its earning power but most importantly a loss of faith
and credibility on how it work”s.
Resiko terbesar menghadapi system keuangan global bukanlah kesalahan tentang kemampuan menciptakan laba, tetapi yang lebih penting adalah kehilangan kepercayaan dan kredibiliatas tentang bagaimana operasional kerjanya.
Resiko terbesar menghadapi system keuangan global bukanlah kesalahan tentang kemampuan menciptakan laba, tetapi yang lebih penting adalah kehilangan kepercayaan dan kredibiliatas tentang bagaimana operasional kerjanya.
Dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia ayat 2 dan 3 pasal 19 tanggal 12 Mei 1999, cukup jelas disebutkan
bahwa : Bank wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah yang berkedudukan di kantor
pusat bank (Head Office). Persyaratan sebagai anggota Dewan Pengawas Syariah
diatur dan ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional.
Perbedaan yang mendasar antara bank
syariah dengan bank konvensional salah satunya adalah pada struktur organisasi,
di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan
Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar selalu
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah
Nasional (DSN). Sesuai Keputusan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
No: 01 tahun 2000 tentang Pedoman Dasar Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama
Indonesia (pd dsn-mui) Dewan Syariah Nasional (DSN) dapat memberikan teguran
kepada institusi keuangan syariah jika suatu institusi tersebut telah
menyimpang dari pedoman yang telah ditetapkan oleh DSN, namun hal itu dilakukan
setelah menerima laporan dari DPS yang berada pada lembaga keuangan syariah
tersebut. Jika institusi keuangan syariah tidak mengindahkan teguran yang
diberikan oleh DSN, maka dapat diusulkan kepada institusi yang mempunyai kuasa
untuk memberikan sanksi, misalnya Bank Indonesia dan Departemen Keuangan Republik
Indonesia. Hukuman yang diberikan bertujuan agar bank syariah tersebut tidak
lagi melakukan berbagai tindakan yang tidak sesuai dengan syariat Islam.
Demikian pula DSN dengan jelas
berwenang untuk memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama
yang akan duduk sebagai DPS pada suatu lembaga keuangan syariah. Pencabutan ini
tentunya jika anggota DPS tidak melaksanakan tugasnya sebagaimana yang
diberikan oleh DSN.
Dengan begitu DPS merupakan salah
satu pembeda antara Bank Islam dan Bank Konvensional, dimana fungsi utamanya
adalah mengawasi kegiatan operasional telah memenuhi shariah compliance
(kesesuaian dengan aturan syariah) sebagai justifikasi penting dalam perbankan
dan keuangan syariah. Karena shariah compliance adalah sebuah fitur yang unik,
teknik manajemen risiko konvensioanl mungkin tidak cukup untuk mengurangi
risiko terkait syariah.
Dalam praktek perbankan Islam saat
ini, cara yang paling formal untuk memberikan informasi kepada para penggunanya
mengenai shariah compliance adalah melalui laporan syariah yang merupakan
komponen dari laporan tahunan (annual report). Abdel Karim (1990) menyatakan
bahwa laopran syariah dapat dibenarkan atas dasar bahwa laporan tersebut :
meyakinkan pembaca bahwa laporan keuangan bank telah sesuai dengan syariat
islam. Dan juga menyatakan apakah auditor DPS memiliki akses ke semua dokumen
dan catatan yang mereka anggap dibutuhkan dalam melaksanakan tugas mereka.
Laporan seperti itu dimaksudkan untuk memberikan kredibilitas atas informasi
dalam laporan keuangan dari perspektif agama.
Jaminan seperti itu adalah untuk meningkatkan dan memperkuat kepercayaan para pemangku kepentingan dalam operasional bank islam. Perlu diperhatikan bahwa dalam konteks ini, para pemangku kepentingan cukup besar dan terdiri dari semua orang dengan kepentingan dalam terwujudnya kesejahteraan bank islam seperti karyawan, pelanggan, pemasok, pengawas, dan kaum muslimin secara keseluruhan.
Jaminan seperti itu adalah untuk meningkatkan dan memperkuat kepercayaan para pemangku kepentingan dalam operasional bank islam. Perlu diperhatikan bahwa dalam konteks ini, para pemangku kepentingan cukup besar dan terdiri dari semua orang dengan kepentingan dalam terwujudnya kesejahteraan bank islam seperti karyawan, pelanggan, pemasok, pengawas, dan kaum muslimin secara keseluruhan.
Peranan Dewan Pengawas Syari’ah
sangat strategis dalam penerapan prinsip syariah di lembaga perbankan syariah.
Menurut Surat Keputusan DSN MUI No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus
DSN MUI Masa Bhakti Th. 2000-2005 bahwa DSN memberikan tugas kepada DPS untuk :
1. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah,
2. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
4. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan DSN.
1. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah,
2. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
4. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan DSN.
Berdasarkan Peraturan Bank
Indonesia No. 6 tahun 2004 pasal 27, tugas, wewenang, dan tanggung jawab dewan
pengawas syariah adalah :
a. Memastikan dan mengawasi kesesuian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
b. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank.
c. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank.
d. Mengkaji jasa dan produk baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN.
e. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap enam bulan kepada direksi, komisaris, DSN, dan Bank Indonesia.
a. Memastikan dan mengawasi kesesuian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
b. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank.
c. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank.
d. Mengkaji jasa dan produk baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN.
e. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap enam bulan kepada direksi, komisaris, DSN, dan Bank Indonesia.
Secara yuridis, Dewan Pengawas
Syariah (DPS) di lembaga perbankan menduduki posisi yang kuat, karena
keberadaannya sangat penting dan strategis.
Menurut UU No 40 Tahun 2007 Pasal 109 :
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
2. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
3. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.
Menurut UU No 40 Tahun 2007 Pasal 109 :
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
2. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
3. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut, setiap perusahaan yang berbadan hukum Perseroan Terbatas wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
Sejalan dengan itu, Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Pasal 32 menyebutkan :
1. Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS.
2. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
3. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Kegiatan Bank Syariah tentunya
harus memenuhi aspek Good Corporate Governance yang selanjutnya diebut CGC,
adalah suatu tata kelola Bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan
(transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban
(responsibility), profesional (professional), dan kewajaran (fairness), Pasal
47 dalam PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance
bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah menjelaskan bahwa tugas dan
tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah adalah memberikan nasihat dan saran
kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan prinsip
syariah.
Pada pasal 46 PBI No.
11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah menjelaskan bahwa Dewan Pengawas Syariah wajib
melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan prinsip Good Corporate
Governance. Pada konsep tersebut Dewan Pengawas Syariah berkewajiban secara
langsung melihat pelaksanaan suatu lembaga keuangan syariah agar tidak
menyimpang dari ketentuan yang telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional
(DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dewan Pengawas Syariah melihat secara
garis besar dari aspek manajemen dan administrasi harus sesuai dengan syariah,
dan yang paling utama sekali mengesahkan dan mengawasi produk-produk perbankan
syariah agar sesuai dengan ketentuan syariah dan undang-undang yang berlaku.
Dalam Peraturan Bank Indonesia
(PBI) No 11/03/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah, anggota DPS dapat merangkap
jabatan di empat lembaga keuangan syariah. Ini menjadikan ketentuan mengenai
dewan pengawas syariah (DPS) di bank menjadi lebih fleksibel.
Sebelumnya berdasar PBI Nomor
6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan
Prinsip Syariah, anggota DPS ditetapkan merangkap jabatan di dua bank syariah
dan dua lembaga keuangan bukan bank. Namun dengan ketentuan baru anggota DPS
dapat menjabat di lembaga keuangan lainnya, tak hanya terpatok pada dua bank.
Direktur Batasa Tazkia Consulting,
Heriyakto S Hartomo berharap adanya peraturan tersebut dapat membuat DPS
berperan lebih efektif. “DPS mungkin dinilai masyarakat tidak banyak berperan
karena itu dengan peraturan ini setidaknya hal itu dapat berubah,”
Masih menurut Heriyakto yang
penulis kutip dari republika online bahwa dengan adanya peraturan tersebut
anggota DPS yang terpilih dapat menjadi dewan pengawas di lembaga keuangan
syariah lainnya, seperti asuransi syariah maupun Baitul Maal wat Tamwil.
“Dengan adanya kebebasan di empat lembaga keuangan syariah berarti anggota DPS
bisa ke bank, BPRS, atau asuransi saja. Jadi lebih fleksibel,”
Dalam PBI No 11/03 anggota DPS
harus mendapat persetujuan dari BI sebelum resmi menjadi anggota DPS suatu
lembaga keuangan syariah. Tak hanya berbekal dari rekomendasi Majelis Ulama
Indonesia saja. Selain itu syarat lainnya adalah memiliki integritas, komitmen
terhadap pengembangan bank dan lulus dalam uji fit and proper test yang
ditetapkan oleh BI. Hal ini didasarkan kepada pentingnya anggota DPS yang
profesional dan produktif, (bukan sekedar pajangan), maka, adalah sangat tepat
apabila Bank Indonesia melakukan fit and profer test terhadap calon anggota
DPS, betapa pun tingkat professornya dan kedalaman ilmu agama yang dimilikinya.
Seorang DPS juga harus cerdas dalam ilmu ekonomi perbankan dan meyakini secara
ilmiah tentang keharaman bunga bank.
Selain itu, Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 menyatakan bahwa mewajibkan bank umum syariah
(BUS) atau unit usaha syariah (UUS) untuk menyesuaikan diri dengan fatwa-fatwa
syariah. “Karena itu, di PBI ini dicantumkan pengaturan mengenai peran Dewan
Pengawas Syariah (DPS).
PENUTUP
Dengan adanya peraturan tersebut diatas kita semua pastinya berharap semoga kinerja Dewan Pengawas Syariah kedepan lebih maksimal, difungsikan dan berfungsi sebagaimana mestinya tidak hanya sebagai pajangan pada Lembaga-lembaga Keuangan Syariah seperti yang telah terjadi selama ini, (seperti yang diberitakan dibanyak media serta pengalaman saya setahun yang lalu sewaktu menjadi supervisi pada PPL mahasiswa ekonomi islam).
Dengan adanya peraturan tersebut diatas kita semua pastinya berharap semoga kinerja Dewan Pengawas Syariah kedepan lebih maksimal, difungsikan dan berfungsi sebagaimana mestinya tidak hanya sebagai pajangan pada Lembaga-lembaga Keuangan Syariah seperti yang telah terjadi selama ini, (seperti yang diberitakan dibanyak media serta pengalaman saya setahun yang lalu sewaktu menjadi supervisi pada PPL mahasiswa ekonomi islam).
Bahkan dengan tegas Agustianto, MA
menyatakan bahwa Lembaga Keuangan Syariah harus menyadari bila mereka sering
mengabaikan kepatuhan prinsip syariah, mereka akan menghadapi risiko reputasi
(reputation-risk) yang bermuara pada kekecewaan masyarakat dan sekaligus
merusak citra lembaga keuangan syariah itu sendiri.
Peringatan serupa disampaikan
Maulana Ibrahim, dalam Simposium Nasional Ekonomi Islami di Malang. Deputi
Gubernur BI itu dalam orasinya ia menuliskan,” Sejak dini Dewan Pengawas
Syari’ah (DPS) dan pengawas bank syari’ah, harus meluruskan penyimpangan-penyimpangan
yang terjadi di bank syari’ah. Hal ini penting agar bank syari’ah tidak menjadi
bank yang bermasalah. Khusus terhadap prinsip-prinsip syari’ah, bankir syari’ah
harus sepenuhnya konsisten terhadap penerapan prinsip-prinsip syari’ah, karena
umumnya di dunia ini kegagalan bank syari’ah dapat terjadi, karena
ketidak-konsistenan dalam menjalankan prinsip syari’ah”.(28/5/05)
Sumber.
http://www.bi.go.id
mengenal DPS
a.Pengertian DPS
Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI,
No: Kep-98/MUI/III/2001 :
DPS adalah badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas§ mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah tersebut.
Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan di Lembaga§ Keuangan Syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.
b.Struktur DPS
DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas Direksi.§
Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja§ manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada menejemen dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam.
Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan§ sistem pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya.
Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan tersebut.§
Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Biro Syariah.§
c.Peranan DPS
Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi§ jalannya Lembaga Keuangan Syariah sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah
Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala§ (biasanya tiap tahun) bahwa Lembaga Keuangan Syariah yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah
Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat§ rekomendasi produk baru dari Lembaga Keuangan Syariah yang diawasinya
Dewan Pengawas Syariah bersama Komisaris dan Direksi, bertugas untuk§ terus-menerus mengawal dan menjaga penerapan nilai-nilai Islam dalam setiap aktifitas yang dikerjakan Lembaga Keuangan Syariah
DPS juga bertugas untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat§ tentang Lembaga Keuangan Syariah, melalui media-media yang sudah berjalan dan berlaku di masyarakat, seperti khutbah, majelis taa”lim, pengajian-pengajian, maupun melalui dialog rutin dengan para tokoh agama dan tokoh masyarakat
d.Fungsi DPS
Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001
Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.§
Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.§
Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan§ syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalamsatu tahun anggaran.
DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan DSN§
Pengertian DPS (dewan pengawas syariah) dan fungsinya
A.
Pengertian DPS
(Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001):
*DPS adalah badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah tersebut.
*Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan di Lembaga Keuangan Syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.
B. Fungsi DPS
(Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001)
1.Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.
2.Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
3.Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
4.DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan DSN
C. Struktur DPS Pada Lembaga Keuangan Syariah
1.DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas Direksi.
2.Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada menejemen dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam.
3.Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya.
4.Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan tersebut.
5.Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Sekretaris DPS.
D. Fungsi & Peran DPS
1.Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya Lembaga Keuangan Syariah sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah
.
2.Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa Lembaga Keuangan Syariah yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah.
3.Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari Lembaga Keuangan Syariah yang diawasinya.
4.Dewan Pengawas Syariah bersama Komisaris dan Direksi, bertugas untuk terus-menerus mengawal dan menjaga penerapan nilai-nilai Islam dalam setiap aktifitas yang dikerjakan Lembaga Keuangan Syariah
5.DPS juga bertugas untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang Lembaga Keuangan Syariah, melalui media-media yang sudah berjalan dan berlaku di masyarakat, seperti khutbah, majelis ta'lim, pengajian-pengajian, maupun melalui dialog rutin dengan para tokoh agama dan tokoh masyarakat
E. Dewan Syariah Nasional (DSN) & Hubungannya Dengan DPS
1.Dengan berkembangnya Lembaga Keuangan Syariah, berkembang pula jumlah DPS yang berada pada masing-masing Lembaga tersebut.
2.Terkadang muncul fatwa yang berbeda antara DPS satu lembaga dengan yang lainnya, dan hal seperti ini dikhawatirkan akan membingungkan umat.
3.Oleh karenanya MUI menganggap perlu dibentuknya satu Dewan Syariah yang bersifat nasional, sekaligus membawahi seluruh Lembaga Keuangan Syariah.
4.Lembaga ini kemudian dikenal dengan nama Dewan Syarian Nasional (DSN).
DEWAN SYARIAH NASIONAL
Kedudukan, Status & Anggota
Dewan Syariah Nasional adalah Dewan Yang dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembagan keuangan syariah.
1.DSN merupakan bagian dari MUI
2.DSN membantu pihak terkait, seperti Depkeu, BI dan lain-lain dalam menyusun peraturan/ ketentuan untuk lembaga keuangan syariah.
3.Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi, dan para pakar dalam bidang yang terkait dengan muamalah syariah.
Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI dengan masa bakti sama dengan periode masa bakti pengurus MUI Pusat, (5 tahun).
sumber :http://www.takaful.com
(Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001):
*DPS adalah badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah tersebut.
*Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan di Lembaga Keuangan Syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.
B. Fungsi DPS
(Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001)
1.Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.
2.Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
3.Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
4.DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan DSN
C. Struktur DPS Pada Lembaga Keuangan Syariah
1.DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas Direksi.
2.Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada menejemen dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam.
3.Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya.
4.Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan tersebut.
5.Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Sekretaris DPS.
D. Fungsi & Peran DPS
1.Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya Lembaga Keuangan Syariah sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah
.
2.Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa Lembaga Keuangan Syariah yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah.
3.Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari Lembaga Keuangan Syariah yang diawasinya.
4.Dewan Pengawas Syariah bersama Komisaris dan Direksi, bertugas untuk terus-menerus mengawal dan menjaga penerapan nilai-nilai Islam dalam setiap aktifitas yang dikerjakan Lembaga Keuangan Syariah
5.DPS juga bertugas untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang Lembaga Keuangan Syariah, melalui media-media yang sudah berjalan dan berlaku di masyarakat, seperti khutbah, majelis ta'lim, pengajian-pengajian, maupun melalui dialog rutin dengan para tokoh agama dan tokoh masyarakat
E. Dewan Syariah Nasional (DSN) & Hubungannya Dengan DPS
1.Dengan berkembangnya Lembaga Keuangan Syariah, berkembang pula jumlah DPS yang berada pada masing-masing Lembaga tersebut.
2.Terkadang muncul fatwa yang berbeda antara DPS satu lembaga dengan yang lainnya, dan hal seperti ini dikhawatirkan akan membingungkan umat.
3.Oleh karenanya MUI menganggap perlu dibentuknya satu Dewan Syariah yang bersifat nasional, sekaligus membawahi seluruh Lembaga Keuangan Syariah.
4.Lembaga ini kemudian dikenal dengan nama Dewan Syarian Nasional (DSN).
DEWAN SYARIAH NASIONAL
Kedudukan, Status & Anggota
Dewan Syariah Nasional adalah Dewan Yang dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembagan keuangan syariah.
1.DSN merupakan bagian dari MUI
2.DSN membantu pihak terkait, seperti Depkeu, BI dan lain-lain dalam menyusun peraturan/ ketentuan untuk lembaga keuangan syariah.
3.Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi, dan para pakar dalam bidang yang terkait dengan muamalah syariah.
Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI dengan masa bakti sama dengan periode masa bakti pengurus MUI Pusat, (5 tahun).
sumber :http://www.takaful.com
DEWAN
PENGAWAS SYARIAH
A.
Pengertian
Dewan Pengawas Syariah
Dewan Pengawas Syariah adalah Dewan
yang melakukan pengawasan terhadap prinsip syariah dalam kegiatan usaha bank.
Ada beberapa inkonsistensi dalam literature yang menggunakan terminologi untuk memberi istilah
lembaga yang bertanggung jawab dalam memastikan kepatuhan kepada syariah.[1][1]
Abu Moanmer (1989), cenderung
menggunakan istilah Dewan Kontrol Pengawasan Syariah”( Shariah
Supervisory Control Board)atau disingkat (SSCB), (Brison dan El- Ashker 1986;
Bucheery dan Hood, 1999), lebih memilih menggunakan istilah” Dewan Pengawas
Keagamaan”, sedangkan Karim (1990b; Abdallah,200b) memilih menggunakan istilah
“Dewan Pengawas Syariah”.
Menurut Abu Moanmer,(1989,hlm.138) SSCB didefinisiakan sebagai lembaga yang
digunakan untuk memastikan bahwa bank Islam bekerja dalam batas-batas hukum
Islam, mengetahui kerangka dan batasan syariah, dan menginvestasikan atau
meningkatkan kapital di dalam batas-batas ini.
Briston dan El-Ashker (1986) dan Bucheery dan Hood (1999), menggunakan
istilah “RSB”sebagai badan yang memastikan bahwa semua aktivitas bank Islam
sejalan dengan prinsip Islam.[2][2]
Pengertian DPS menurut Keputusan
Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No:
Kep-98/MUI/III/2001,adalah sebagai berikut:[3][3]
1.
DPS adalah
badan yang ada di lembaga keuangan syari’ah dan bertugas mengawasi
pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syari’ah
tersebut.
2.
Dewan
Pengawas Syari’ah diangkat dan diberhentikan di Lembaga Keuangan Syari’ah
melaluiRUPS setelah mendapatkan rekomendasi dari DSN.
B.
Tugasdan
Fungsi Dewan Pengawas Syariah
Menurut Briston dan El-Ashker tugas
DPS yaitu sebagai mekanisme kontrol untuk memonitor kinerja bank Islam yang
berkaitan dengan isu kepatuhan pada syariah. Selain itu, DPS juga bertugas
untuk memastikan semua kontrak, prosedur dan transaksi yang dilakukan
oleh bank Islam adalah dengan aturan Islam.[4][4]
Sedangkan menurut Abu Moamer (1989)
tugas DPS adalah memastikan agar bank Islam dilakukan dengan batas-batas
syariah. Secara lebih spesifik, Abu Moamer menyatakan bahwa DPS diharapkan
memastikan bahwa bank Islam bebas dari transaksi yang mengandung bunga,
perjudian, spekulasi, dan melakukan perdagangan produk yang diharamkan seperti
daging babi atau minuman keras. Selain itu Dewan Pengawas Syariah harus
melakukan audit terhadap dan zakat bank Islam untuk memastikan perhitungan yang
benar, administrasi yang benar, dan distribusi zakat yang adil ke delapan
kelompok yang berhak menerima zakat seperti yang disebutkan dalam Al-Quran.
Menurut Adnan (2005) Dewan Pengawas
Syariah mempunyai tugas yang unik, berat,
dan strategis. Keunikan tugas ini dilihat dari kondisi bahwa anggota DPS harus
mampu mengawasi dan menjamin bahwa lembaga keuangan syariah sungguh-sungguh
dapat berjalan sesuai dengan peraturan
syariah.[5][5]
Tugas DPS sangat berat, karena
memang tidak mudah menjadi lembaga yang harus mengawasi dan bersifat menjamin
operasi sebuah etika bisnis dalam konteks yang amat luas dan kompleks yang
secara umum memasuki ranah-ranah khilafiyah. Karena menyangkut urusan-urusan
muammalah dimana ruang interpretasinya sangatlah luas. [6][6]
Tugas dan Fungsi DPS dalam lembaga
keuangan syariah sebagai berikut:[7][7]
1.
Peran utama
para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalanya Lembaga
Keuangan Syariah sehari-hari agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah.
2.
Dewan
Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap bulan)
3.
Mengawasi
Lembaga Keuanga Syariah yang telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah.
4.
Meneliti dan
membuat rekomendasi produk baru dari Lembaga Keuangan Syariah yangdiawasinya.
5.
Dewan
Pengawas Syariah bersama dengan Direksi, bertugas untuk terus-menerus mengawal
dan menjaga penerapan nilai-nilai Islam dalam setiap aktivitas yang dikerjakan
Lembaga Keuangan Syariah
6.
Dewan
Pengawas Syariah juga bertugas melakukan sosialisasi kepada masyarakat
tentangLembaga Keuangan Syariah melalui media-media yang sudah berjalan dan
berlaku di masyarakat seperti khutbah, majelis ta’lim, pengajian-pengajian,
maupun melalui dialog rutin dengan para tokoh agama dan tokoh masyarakat.
7.
Sebagai
penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan Unit Usaha Syariah dan
pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek
syariah.
8.
Sebagai
mediator antara dan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan
produk dan jasa dari bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.
9.
Mengeluarkan
fatwa yang menjadi landasan dari ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang, seperti bank Indonesia dan Bapepam.
10. Memberi
peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari
fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.
11. Mengusulkan
kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak
digunakan.
C.
Struktur DPS
Adapun struktur DPS dalam setiap
lembaga keuangan syari’ah disusun sebagai berikut :[8][8]
Ø DPS dalam
struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas
direksi.
Ø Fungsi
komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja management, maka DPS
melakukan pengawasan kepada management dalam kaitan dengan implementasi system
dan produk-produk supaya sesuai dengan syariah islam.
Ø Bertanggung
jawab atas pembinaan akhlakseluruh karyawan berdasarkan system pembinaan keislaman
yang telah diprogramkan setiap tahun.
Ø Ikut
mengawasi pelanggaran nilai-nilai islam dilingkunagn perusahaan tersebut.
D.
Wewenang
Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Wewenang Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah:
1.
Memberi
pedoman atau garis-garis syariah, baik untuk pengerahan maupun untuk
penyaluran
dana serta kegiaan bank lainnya.
2.
Mengadakan
perbaikan seandainya suatu produk yang telah atau sedang dijalankan dinilai
bertentangan dengan syariah.
Tugas, wewenang dan tanggung jawab
Dewan Pengawas Syariah menurut ketentuan pasal
27 peraturan Bank Indonesia:
a)
Memastikan
dan mengatasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang
dikeluarkan Dewan Syariah Nasional .
b)
Menilai
aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang dilakukan Bank.
c)
Memberikan
opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara
keseluruhan dalam laporan publikasi Bank.
d)
Mengkaji
produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan
pada fatwa pada Dewan Syariah Nasional.
e)
Menyampaikan
laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya 6 bulan kepada Direksi,
Komisaris, Dewan Syariah Nasional dan Bank Indonesia.
E.
Dewan
Pengawas Syariah (DPS) Bank Islam di Indonesia
Antonio (2000) menyatakan bahwa MUI
pada 1999 telah mendirikan lembaga yang diberi nama Dewan Syariah Nasional
(DSN) yang dimaksudkan untuk mengkonsolidasi setiap fatwa atau opini yang
dikeluarkan oleh DPS institusi financial islam (IFI) yang berbeda-beda. Menurut
MUI (1999), komposisi anggota DSN harus terdiri dari ulama dan pakar dibidang
lain yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi dan transaksi bisnis dari
perspektif islam.[9][9]MUI juga
menyatakan bahwadalam menjalankan perannya, DSN dibantu oleh komite kerja
harian dimana DSN memiliki kekuasaan penuh untuk mengangkat dan memberhentikan
anggota pada anggota ini.
Eksistensi DPS bank islam di
Indonesia pada mulanya tidak diakui(perbankan) no.7/1992. Akan tetapi, dengan
amandemen UU perbankan no.10/1998. Setiap bank Islam memiliki regulasi yang
lebih detail yang berkaitan dengan eksistensi, DPS, yaitu peraturan BI No.
6/24/2004.
F.
Keanggotaan
Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Anggota Dewan Pengawas Syariah
seharusya terdiri dari ahli syariah yang sedikit banyakmenguasai hukum dagang
positif dan cukup terbiasa dengan kontrak-kontrak bisnis. Anggota Dewan
Pengawas Syariah bukanlah staf bank, mereka ditentukan oleh rapat umum pemegang
saham serta gaji mereka ditentukan oleh rapat umum pemegang saham. Dewan
Pengawas Syariah mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas tertentu seperti halnya
badan pengawas lainnya.
Jika ada perbedaan pendapat antara
DPS dari suatu bank Islam baik secara nasional maupun internasional, maka
secara nasional pendapat-pendapat DPS dimasing-masing bank umum dan BPRS dapat
disatukan dengan cara konsorsium Dewan Pengawas Syariah nasional dibawah
naungan Majlis Ulama Indonesia (MUI) bekerjasama dengan Bank Indonesia.
Menurut BI (2004b), anggota DPS bank Islam
adalah dua sampai lima orang. DSN-MUI dan BI (2004b) sepakat bahwa anggota DPS
harus berintegrasi tinggi dan punya kompetensi, pengetahuan dan pengalaman
dalam fiqih muamalah, aktivitas finansial dan transaksi bisnis. BI juga
menyatakan bahwa anggota DPS harus memiliki reputasi finansial yang bagus, seperti
(1) apakah mereka punya kredit macet; dan (2) apakah mereka pernah dinyatakan
pailit atau menjadi anggota dewan direksi yang terbukti bersalah membuat
perusahaan bangkrut stidaknya dalam lima tahun sebelum mereka dicalonkan
sebagai anggota DPS.
Selain itu, BI menyatakan bahwa
anggota DPS diijinkan merangkap menjadi anggota DPS dan dua bank Islam IFI lain
pada saat bersamaan. Terakhir, BI menyatakan bahwa paling banyak dua anggota
DPS disetiap bank Islam yang dapat menjadi anggota DSN-MUI pada saat yang
bersamaan.
Menurut DSN-MUI dan BI, anggota DPS
dicalonkan oleh menejemen bank Islam. Menejemen bank Islam harus memastikan
bahwa calon yang mereka ajukan mampu memenuhi persyaratan untuk menjadi anggota
DPS. Jika DSN-MUI dan BI menyimpulkan bahwa calon telah memenuhi syarat, maka
DSN-MUI dan BI akan menyetujui calon itu menjadi anggota DPS untuk bank Islam
di Indonesia.
Untuk cakupan internasional, “ The
Higher Shariah Supervisor Council” sudah dibentuk oleh Internasional Asociation
Of Islamic Banks yang berkedudukan di Kairo.
Adapun kegiatan yang dilakukan oleh
konsorsium dewan pengawas bank Islam baik nasional maupun Intenasional adalah:
1.
Menerima
persoalan-persoalan tentang prinsip syariah dalam bank Islam, baik dari
bank-bank anggota maupun masyarakat umum.
2.
Mengamati
kegiatan-kegiatan bank-bank anggota, baik menyangkut pengarahan maupun
penyaluran dana.
3.
Memberikan
rekomendasi-rekomendasi guna memungkinkan bank-bank anggota untuk meneruskan
atau mengodifikasi kegiatan-kegiatannya.
Karena Dewan Pengawas Syariah
bukanlah staf bank dimana mereka tidak tunduk dibawah kekuasaan administratif,
maka diperlukan seorang “ Liason syariah” yang menghubungkan dengan dewan
direksi. Seorang Liason syariah hendaklah seseorang yang menguasai fiqih
muamalah secara mendalam dan mendalami operasional perbankan; baik yang
menyangkut kontrak-kontrak perjanjian maupun penyerahan dan penyaluran.
Tugas-tugas
liason syariah adalah sebagai berikut :
a.
Memberikan
penjelasan kepada segenap jajaran dan internal Bank.
b.
Memberikan
informasi tentang mekanisme operasional Bank Islam dan konsep-konsep syariahnya
ke pihak luar denga npersetujuan dewan direksi atau DPS
c.
Menyusun dan
melaksanakan paket atau modul-modul tertentu untuk meningkatkan intelektualitas
dan komitmen keislaman segenap jajaran dan segmen bank Islam.
d.
Mengawasi
dan memastikan segenap aktifitas dan produk agar tetap sesuai syariah serta
mengajukannnya kedalam DPS bila man didapati suatu pelangggaran atau mal
practice.
e.
Menyusun dan
melaksanakan program jangka panjang dan jangka pendek secretariat DPS.
G.
Laporan DPS
Laporan Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada dasarnya
mencakup informasi yang diberikan oleh anggota-anggota dewan mengenai praktik
perbankan yang tidak bertolak belakang dengan ajaran agama islam. Biasanya
laporan DPS ini disampaikan bersamaan dengan laporan tahunan bank. Bentuk dari
laporan DPS ini tidak sama antara satu bank dengan bank lainnya walaupun masih
dalam cakupan negara yang sama karena mempunyai mekanisme operasinal yang
berbeda-beda.
Abdallah
(1994), menyatakan bahwa DPS harus melakukan empat pemeriksaan laporan keuangan
bank Islam. Pertama, DPS memastikan
bahwa formula yang digunakan untuk mengalokasikan profit antara shareholder dan pemegang akun investasi
adalah adil dan sejalan dengan rekomendasi yang diberikan oleh DPS.Kedua, DPS mengonfirmasikan bahwa semua
penerimaan bank Islam berasal dari transaksi yang sah sesuai hukum. Jika bank Islam mendapat
penerimaan ini tidak sesuai hukum Islam, DPS akan menyatakan bahwa penerimaan
ini tidak boleh dimasukkan dalam profit yang dialokasikan untuk shareholderdan pemegang akun investasi. Ketiga, DPS memastikan agar zakat
dihitung dengan benar, dilaporkan secara transparan dan didistribusikan secara
merata kepada penerima zakat.Keempat,
DPS bertanggung jawab menyatakan opini bank Islamdalam menjalankan peran
sosialnya di lingkungan masyarakat.
Tinjauan mengenai laporan dewan pengawas di beberapa
bank dunia islam:
1.
Bank Islam Faisal
Bahrain (laporan tahun 1993)
Dewan pengawas
keagamaan mengadakan beberapa pertemuan selama tahun anggaran untuk membahas
operasi dan kontrak-kontrak bank.
2.
Bank Investasi Islam
Al-Barakah Bahrain (tahun 1994)
Komite syariah
mengadakan pertemuan periodik serta memeriksa neraca serta setiap transaksi
yang dilakukan.
3.
Bank Islam Bahrain
(tahun 1993)
Komite kontrol
keagamaan memeriksa neraca perusahaan, kontrak-kontrak (akad-akad) serta
transaksi-transaksi yang dilakukan.
4.
Bank Islam Faisal Sudan
(tahun 1992)
Dewan pengawasan secara
aktif terlibat dalam perancangan kontrak kontrak (akad) dasar bank dalam
beraktivitas.Bahkan dapat memberikan koreksi atas hal tersebut.
5.
Bank Islam Tadamon
Sudan (tahun 1993)
Departemen riset dan
fatwa menghadiri rapat umum dan meneliti legalitas serta legitimasi operasi
bank untuk menjaga agar semua aktivitas dan operasi memenuhi persyaratan
syariah.
6.
Bank Islam Bangladesh
(tahun 1993)
Dewan syariah membahas
isu-isu operasional, memberikan pandangan dan saran kepada bank serta memeriksa
laporan keuangan, seperti laporan rugi laba, laporan perubahan modal dan
neraca.
7.
Bank Islam Yordania
(1993)
DPS mengadakan rapat
dengan general manager, deputy dan assistant untuk meneliti kesesuain transaksi-transaksi
pada bank tersebut dalam syariah.
8.
Kuwait Finance House
(tahun 1994)
Dewan pengawas
mengikuti seluruh kinerja selama satu tahun agar sesuai dengan syariat islam
dimana tidak ada kegiatan menzalimi orang lain didalam aktivitas tersebut.
9.
Bank Islam Malaysia
Berhad (tahun 1994)
Dewan bertugas untuk
memastikan agar operasi bank sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan
dipertanggung jawabkan setiap tahun.
10. Bank Islam
Internasional Qatar (tahun 1993)
Komite
pengawasankeagamaan memeriksa akad-akad sebelum diaplikasikan dan menyusun draf
yang sesuai dengan hukum syariah. Komite juga merespon semua masalah yang
terjadi selama operasi
11. Beit Et Tanwil Tounsi
Saudi (tahun 1992)
Mengecek semua kontrak
yang dilakukan agar sesuai dengan hukum dan syariat islam.
12. Bank Islam Faisal
Kibris (tahun 1992)
Dewan pengawas syariah
memeriksa kinerja bank selama satu tahun dan memberikan saran rekomendasi
terhadap aktivitas-aktivitas perbankan, memeriksa kontrak-kontrak dan
instrumen-instrumen legal dalam tiap transaksi, neraca, melalui diskusi dengan
tiap-tiap bidang.
13. Bank islam dubai (tahun
1992)
Memeriksa
aktivitas-aktivitas bank dalam tahun anggaran, memeriksa laporan secara detail
dan mengambil contoh-contoh transaksi agar sesuai dengan fatwa syariah.[10][10]
H. PROSES REVIEW SYARIAH
Karim (1990b)
menyatakan bahwa DPS menjalankan perannya berdasarkan prinsip yang ditetapkan
dalam al-Quran, sunnah dan ijma yang lebih dihargai ketimbang aturan dan kode
etik profesional lainnya. Menurut Banaga et al (1994), DPS diharapkan menerima
pertanyaan dari management atau pihak lain dan menyajikannya alam dewan
direksi. DPS diminta untuk menyiapkan draft opini dan mengirimkannya kepada
semua pihak yang berkepentingan. DPS biasanya berpartisipasi dalam penyiapan
keputusan, dekrit dan aturan bank, menyiapkan penjelasan serta study dan riset
yang diperlukan untuk mengerahkan sumber daya zakat kepihak yang berhak
menerimanya. DPS menjalankan review teknis untuk memastikan kontrol syariah
telah di implementasikan oleh bank, cabangnya dan afialisasinya.
AAOIFI governance
standard(2002) menjelaskan bahwa DPS harus melakukan setidaknya tiga tahap
dalam menjalankan tugasnya, yaitu merencanakan dan melaksanakan prosedur review, serta mendokumentasikan
kesimpulan dan pelaporan. Selama tahap perencaan DPS harus memahami aktifitas
dari bank Islam baik mengenai produk atau transaksinya. DPS harus menentukan
kriteria sampel yang tepat berdasarkan kompleksitas dan frekuensi transaksi.
Setelah menyusun
rencana DPS perlu menjalankan prosedur review syariah. Tahapan menjalankan
prosedur ini berdasarkan sampel dari bank Islam cara ini didukung oleh Karim
(1990b) yang berpendapat bahwa mustahil bagi DPS untuk me-review semua
transaksi bank Islam. Diharapkan dari tahap ini DPS mendapatkan pemahaman yang
jelas tentang kinerja manajemen, terutama yang terkait dengan isu syariah.
Sehingga DPS menjalankan beberapa aktifitas seperti me-review kontrak,
perjanjian, laporan dan dokumen lainnya
dengantujuan menentukan atas semua transaksi produk yang didasarkan pada
peraturan DPS, berkonsultasi dan berkoordinasi dengan auditor luar, dan
mendiskusikan temuan bersama manajeman bank. Tahap ketiga adalah
mendokumentasikan kesimpulan dan laporan. DPS menyusun dokumen yang memuat
kesimpulan tentang kinerja bank Islam yang berkaitan dengan prinsip syariah
yang akan diberikan kepada shareholderbank Islam.
AAOIFI standard
governance (200b), menyatakan bahwa laporan syariah ini dipublikasikan dalam
laporan tahunan bank Islam. Selain itu, DPS juga diharuskan membacakan pada
rapat umum tahunan.DPS juga harus mengeluarkan laporan review syariah khusus
yang isinya lebih detail.
Berdasarkan metode DPS
dalam menjalankan tugas-tugasnya, tampak bahwa AAOIFI governance standard
(200c) sepakat dengan opini Bakar (2002) bahwa DPS harus melakukan investigasi
penuh terhadap kegiatan, dokumen, kontrak, kesepakatan, kebijakan dan produk
bank Islam. Namun AAOIFI governance standard (2002c), menyatakan bahwa DPS
masih bisa melakukan tugasnya secara part-timesebab DPS dibantu oleh
departemen syariah internal yang dibentuk oleh manajemen bank Islam. Menurut
AAOIFI governance standar (2002d) review syariah internal dapat dilakukan oleh
departemen independen ataupun bagian dari audit internal, tergantung pada
besarnya bank Islam. Departemen khusus ini ditugaskan untuk memastikan bahwa
managemen dari bank Islam itu sudah memenuhi tanggung jawabnya dalam
menjalankan transaksi dan aktivitas perbankan berdasarkan prinsip Islam.
Karenanya departemen syariah diberi akses tak terbatas ada dokumen, laporan dan
lain sebagainya.Untuk menjaga objektivitas dan independensi departemen khusus
ini kepala departement syariah internal bertanggung jawab langsung kepada dewan
direksi.
Partisipasi dalam
proses review salah satunya menyiapkan tentang penjelesan studi dan riset
sehingga dibutuhkan dua metode kuesioner dan wawancara. Sehingga dengan metode
kuesioner merupakan cara yang paling efisien untuk mendapatkan opini atau
persepsi, sehingga informasi yang didapatkan lebih ekonomis jika dibandingkan
dengan metode survei lain. DPS bank islam di Indonesia dianggap sebagai staf
part-time, penggunaan kuesioner mungkin hanya mendapatkan tingkat respons yang
rendah.
I.
HAL- HAL YANG PENTING UNTUK
DIPERHATIKAN
Di Malaysia, pasal 5
dari undang-undang perbankan islam tahun 1983 menyatakan bahwa bank sentral
tidak merekomendasikan pemberian izin kepada bank islam tanpa secara jelas
dicantumkannya persyaratan lembaga pengawas syariah. Oleh sebab itu tidak ada
izin mendirikan bank islam tanpa pencantuman hal tersebut di dalam proposal
bank. Di mesir, UU No. 48/1997 tentang pendirian bank finansial memberikan juga
persyaratan yang serupa.
Jordan islamic bank fo finance and invesment, point 13 tahun 1978 tidak
hanya menunjukkan konsultan syariah, tapi juga menerangkan tentang prosedur.
Namun untuk di negara lain tidak ada hukum yang secara khusus mensyaratkan
adanya DPS, misalnya di Turki. Dalam peraturan No.83 yang mengatur pendirian
operasi dan likuidasi lembaga keuangan khusus/bank islam tidak mensyaratkan
bank harus membentuk suatu DPS. Persyaratan ini dijelaskan dalam pasal 13
peraturan No.83.[11][11]
Bagi negara yang tidak
memiliki hukum secara khusus mengatur mengenai bank islam, persyaratan
mendirikan DPS dicantumkan dalam aturan internal bank. Namun bank-bank di
negara yang sepenuhnya menerapkan hukum islam dalam bidang keuangan ternyata
tidak secara khusus mensyaratkan pendirian DPS. Hal-hal yang melatarbelakangi
bahwa bank yang sudah di akui didalam wilayah hukum tersebut di anggap sudah
menggunakan sistem yang sudah bebas dari bunga.Contohnya dalam negara Iran,
dalam hukum perbankan bebas bunga tahun 1983 yang tidak mempersyaratkan
pendirian DPS.Sama halnya dengan di Pakistan.
Walaupun bank tidak
mempersyaratkan atas pendirian DPS tetapi tetap akan ada pengawasan dari dewan
keagamaan yang ditunjuk oleh pemerintah contohnya di Pakistan. Prosedur dari
penunjukan antara bank satu dengan bank yang lainnya berbeda-beda sama halnya
dengan bentuk laporan yang disampaikan bersamaan dengan laporan tahunan.
Penunjukan anggota DPS berdasarkan hak kuasa penuh dari dewan direktur bank
yang bersangkutan, dimana proses penunjukkan itu dilakukan didalam pertemuan
RUPS.
Sama halnya dengan Bank
Islam Faisal Mesir, penunjukan DPS Bank Islam Faisal Kibris dibuat oleh
pemegang saham selama rapat umum.Di Kibris, periode jabatan anggota hanya satu
tahun, bukan tiga periode seperti yang diterapkan di Mesir.Sedangkan di Bank
Islam Faisal Bahrain, penunjukan dilakukan oleh dewan direktur beserta pemegang
saham.Hal itu menunjukkan bahwa setiap peraturan atau prosedur berbeda-beda
tergantung dari kebijakan bank tersebut.Namun Bank Islam Dubai contohnya,
memiliki DPS dimana dalam AD/ART tidak menjabarkan secara detail tentang
prosedur penunjukkan tersebut.
Salah satu unsur yang membedakan
bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawasan
Syariah dalam struktur
keepengurusan Badan Usaha(BUS) maupun
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS),disamping adanya Direksi Komisaris
sebagaimana lazimnya struktur kepengurusan suatu bank pada umumnya.
J.
REPOSITIONING
DSN DAN DPS
Fungsi
Stategis dalam Keputusan Menteri Keuangan.Dalam KMK yang baru selain telah
diatur tentang perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan
prinsip-prinsip syariah, juga menempatkan posisi DPS pada posisi yang sangat menentukan.Karena,
departemen keuangan sebagai pihak regulator benar-benar mempercayakan
sepenuhnya kepada DPS/DSN-MUI tentang pengawasan dalam kaitan dengan
pelaksanaan prinsip-prinsip syariah.
Berikut ini kami kutipkan beberapa
ketentuan yang diatur dalam KMK berkenaan dengan fungsi pengawas DPS/DSN-MUI
sebagai berikut:
1.
Dalam KMK
NO.422/KMK.06/2003: Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi.
Pasal 30 ayat 1: perusahaan
asuransi dan perusahaan reasuransi wajib menyampaikan laporan operasi untuk
kegiatan setiap satu triwulan yang berakhir per 31 Maret, 30 Juni, 30
September, 31 Desember, kepada menteri.
Pasal 30 ayat 3: laporan
operasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi perusahaan asuransi yang
perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah, atau perusahaan asuransi dan
perusahaan reasuransi yang memiliki cabang dengan prinsip syariah, harus
dilengkapi dengan pernyataan DPS bahwa penyelenggaraan usaha perusahaan
asuransi atau perusahaan reasuransi dimaksud untuk triwulan yaag bersangkutan
tidak menyimpang dari prinsip syariah.
2.
Dalam KMK
NO.424/KMK.06/2003: Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi.
Pasal 1 ayat 3: prinsip
syariah adalah prinsip perjanjian berdasarkan hukum Islam antara perusahaan
asuransi dan reasuransidengan pihak lain, dalam menerima amanah dengan
mengelola dana peserta melalui kegiatan infestasi atau kegiatan lain yang
diselenggarakan sesuai syariah.
Pasal 6 ayat 1 huruf a: laporan
perhitungan tinggkat solvabilitas truwulan per 1 Maret, 30 Juni, 30 September
dan 31 Desember, paling lambat satu bulan setelah berakhirnya triwulan yang
bersangkutan.
Pasal 6 ayat 2: bagi
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang menjalankan usaha asuransi
atau reasuransi dengan prinsip syariah, laporan perhitungan tingkat solvabilitas sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) Huruf a harus dilengkapi dengan surat pernyataan DPS bahwa
pengelolaan kekayaan dan kewajiban telah dilakukan sesuai dengan prisip
syariah.
3.
Dalam KMK
No.426/KMK.06/2003: Tentang Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi.
Bagian
kedua: persyaratan dan tata cara memperoleh izin usaha perusahaan asuransi dan
perusahaan resursnsi dengan prisip syriah.
Pasal 3:
Setiap Pihak dapat melakukan, usaha asuransi dan usaha reasuransi berdasarkan
prinsip syariah.
a.
Penderian
baru perusahaan asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah.
b.
Konversi
dari perusahaan asuransi dengan prinsip konvesional menjadi perusahaan asuransi
dengan prinsip syariah atau konversi dari perusahaan resuransi dengan prinsip
konvesional menjadi perusahaan reasuransi dengan prinsip syriah.
c.
Pendirian
kantor cabang baru dengan prinsip Syariah dari perusahaan asuransi dengan
prinsip konvesional atau perusahaan reasuransi dengan prinsip konvesional.
d.
Konversi
dari kantor cabang perusahaan dengan prinsip konvesioanal menjadi kantor cabang
dengan prinsip syariah dan perusahaan asuransi dengan prinsip konvesioanal,
atau konversi dari kantor cabang Perusahaan Reasuransi dengan prinsip
konvesional menjadi kantor cabang dengan prinsip syariah dari perusahaan
reasuransi dengan prinsip konvesional.
Pasal 4 ayat
3: selain harus memenuhi ketentuan dalam ayat (1), pendirian atau konversi
perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah harus
pula menyampaikan:
a.
Bukti
pengesahan DSN tentang penuntujakn anggota DPS Perusahaan.
b.
Bukti
pendukung bahwa tenaga ahli yang di pekerjakan memiliki keahlian di bidang
asuransi atau ekonomi syariah.
c.
Bukti
pengesahaan DPS Perusahaan atas produk asuransi yang akan dipasarkan
sekurang-kurangnya meliputi :
·
Dasar
perhitungan tarif premi, cadangan premi dan asset
share atau profit testingbagi
perusahaan asuransi jiwa.
·
Dasar
perhitungan tarif premi, cadangan premi dan proyeksi under writing bagi Perusahaan Asuransi Kerugian.
·
Cara
pemasaran.
·
Contoh
polis,surat permohonan penutupan asuransi dan brosur.
d.
Pedoman
pelaksanaan manajemen keuangan sesuai syariah yang sekurang-kurangnya mengatur
mengenai penempatan inventasi baik batasan jenis maupun jumlah.
Pasal 32 ayat
2: selain harus memenuhi ketentuan dalam ayat (1), permohonan pembuktian kantor
cabang dengan prinsip syariah harus pula dilengkapi dengan bukti sebagai
berikut :
a.
Pengesahan
anggaran dasar dari instansi yang berwenang.
b.
Bukti memperkerjakan
tenaga ahli sebagai mana dalam pasal 32 ayat (1) huruf c yang dilengkapi dengan
bukti kualifiaksi, daftra riwayat hidup termasuk bukti pendukungnya.
c.
Pengesahan
DSN tentang penunjukan anggota DPS perusahaan.
d.
Pengesahaan
DPS perusahaan atas:
Ø Sumber modal kerja kantor cabang.
Ø Produk asuransi yang dipasarkan.
Ø Cara pemasaran.
Ø System akutansi yang terpisah/tersendiri khusus untuk
cabang dengan prinsip syariah.
Ø Dasar perhitungan tarif premi, cadangan premi dan asset share atau profit testing bagi perusahaan asuransi jiwa.
Ø Dasar perhitungan tarif premi, cadangan premi dan
proyeksi under writing bagi
Perusahaan Asuransi Kerugian.
Peran yang diberikan pihak regulator
dalam hal ini DEPKU (departemen keuangan) terhadap DPS pada tingkat perusahaan,
pada tingkat yang lebih tinggi kepada DSN, merupakan suatu hal yang perlu di
syukuri sekaligus perlu persiapan yang matang dan strategis dari pihak DSN-MUI,
karena itu, DSN-MUI perlu melakukan restrukturasi, repositioningdan sekaligus memperluas dan memperkuat tim, baik
menambah ulama-ulama yang faqih di bidangnya dari berbagai latar belakang
“mazdhab” (ormas) maupun memperbanyak lagi merekrut para praktisi yang
benar-benar pakar dibidangnya, baik yang masih menjabat sebagai direksi maupun
mantan, untuk ikut bersama-sama memikirkan perkembangan ekonomi syariah di
negeri ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Rodoni, Ahmad danHamid,
Abdul.2008. Lembaga Keuangan Syariah.
Jakarta: Zikrul Hakim.
Huda,Nurul dan Edwin
Nasution,Mustafa. 2009.Current Issues
Lembaga KeuanganSyariah.Jakarta: Prenada Media Group.
Muhammad Syakir,Sula, dkk. 2004.Asuransi
Syariah(life and general) konsep dan system operasional.Jakarta: Gema
Asuransi.
Ismanto, Kuat. 2009. Manajemen Syariah
(Implementasi TQM dalam Lembaga Keuangan Syariah). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
[12][1]Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, current issues lembaga keuangan
Nurul Huda
dan Mustafa Edwin Nasution, current
issues lembaga keuangan syariah,
( Jakarta:
Prenada Media Group 2009), hlm
[13][2]Ibid, hlm. 208.
[14][3]Sula Muhammad Syakir, dkk, Asuransi Syariah(life and general) konsep dan system
operasional,(Jakarta: Gema Asuraansi, 2004) hlm. 541.
[15][4]Nurul Huda
dan Mustafa Edwin Nasution, current
issues lembaga keuangan syariah,
( Jakarta:
Prenada Media Group 2009), hlm 209.
[16][5] Kuat Ismanto,
Manajemen Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2009), hlm. 114-115.
[17][6] Ibid,542.
[18][7] Kuat
Ismanto, Manajemen Syariah,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2009), hlm. 116.
[19][8] Sula Muhammad
Syakir, dkk,hlm 542.
[20][9]Loc cit,
hlm. 206
[21][10] Ahmad
Rodoni dan abdul hamid, lembaga keuangan syariah,(Jakarta:
Zikrul hakim, 2008), hlm. 205-206
[22][11]Ibid, hlm.
207.
[1][1]Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, current issues lembaga keuangan
syariah,
( Jakarta: Prenada Media Group 2009), hlm
[3][3]Sula
Muhammad Syakir, dkk, Asuransi
Syariah(life and general) konsep dan system operasional,(Jakarta: Gema
Asuraansi, 2004) hlm. 541.
[4][4]Nurul Huda
dan Mustafa Edwin Nasution, current
issues lembaga keuangan syariah,
( Jakarta: Prenada Media Group 2009), hlm 209.
[10][10] Ahmad
Rodoni dan abdul hamid, lembaga keuangan syariah,(Jakarta:
Zikrul hakim, 2008), hlm. 205-206
No comments:
Post a Comment