Home » » DPS dan Audit Syari'ah

DPS dan Audit Syari'ah


Shanin A. Shayan CEO and Board Member of Barakat Foundation, “The biggest risk facing the global Financial System is not a fall in its earning power but most importantly a loss of faith and credibility on how it work”s.
Resiko terbesar menghadapi system keuangan global bukanlah kesalahan tentang kemampuan menciptakan laba, tetapi yang lebih penting adalah kehilangan kepercayaan dan kredibiliatas tentang bagaimana operasional kerjanya.

Dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia ayat 2 dan 3 pasal 19 tanggal 12 Mei 1999, cukup jelas disebutkan bahwa : Bank wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah yang berkedudukan di kantor pusat bank (Head Office). Persyaratan sebagai anggota Dewan Pengawas Syariah diatur dan ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional.

Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional salah satunya adalah pada struktur organisasi, di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Sesuai Keputusan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 01 tahun 2000 tentang Pedoman Dasar Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (pd dsn-mui) Dewan Syariah Nasional (DSN) dapat memberikan teguran kepada institusi keuangan syariah jika suatu institusi tersebut telah menyimpang dari pedoman yang telah ditetapkan oleh DSN, namun hal itu dilakukan setelah menerima laporan dari DPS yang berada pada lembaga keuangan syariah tersebut. Jika institusi keuangan syariah tidak mengindahkan teguran yang diberikan oleh DSN, maka dapat diusulkan kepada institusi yang mempunyai kuasa untuk memberikan sanksi, misalnya Bank Indonesia dan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Hukuman yang diberikan bertujuan agar bank syariah tersebut tidak lagi melakukan berbagai tindakan yang tidak sesuai dengan syariat Islam.

Demikian pula DSN dengan jelas berwenang untuk memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu lembaga keuangan syariah. Pencabutan ini tentunya jika anggota DPS tidak melaksanakan tugasnya sebagaimana yang diberikan oleh DSN.

Dengan begitu DPS merupakan salah satu pembeda antara Bank Islam dan Bank Konvensional, dimana fungsi utamanya adalah mengawasi kegiatan operasional telah memenuhi shariah compliance (kesesuaian dengan aturan syariah) sebagai justifikasi penting dalam perbankan dan keuangan syariah. Karena shariah compliance adalah sebuah fitur yang unik, teknik manajemen risiko konvensioanl mungkin tidak cukup untuk mengurangi risiko terkait syariah.

Dalam praktek perbankan Islam saat ini, cara yang paling formal untuk memberikan informasi kepada para penggunanya mengenai shariah compliance adalah melalui laporan syariah yang merupakan komponen dari laporan tahunan (annual report). Abdel Karim (1990) menyatakan bahwa laopran syariah dapat dibenarkan atas dasar bahwa laporan tersebut : meyakinkan pembaca bahwa laporan keuangan bank telah sesuai dengan syariat islam. Dan juga menyatakan apakah auditor DPS memiliki akses ke semua dokumen dan catatan yang mereka anggap dibutuhkan dalam melaksanakan tugas mereka. Laporan seperti itu dimaksudkan untuk memberikan kredibilitas atas informasi dalam laporan keuangan dari perspektif agama.
Jaminan seperti itu adalah untuk meningkatkan dan memperkuat kepercayaan para pemangku kepentingan dalam operasional bank islam. Perlu diperhatikan bahwa dalam konteks ini, para pemangku kepentingan cukup besar dan terdiri dari semua orang dengan kepentingan dalam terwujudnya kesejahteraan bank islam seperti karyawan, pelanggan, pemasok, pengawas, dan kaum muslimin secara keseluruhan.

Peranan Dewan Pengawas Syari’ah sangat strategis dalam penerapan prinsip syariah di lembaga perbankan syariah. Menurut Surat Keputusan DSN MUI No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus DSN MUI Masa Bhakti Th. 2000-2005 bahwa DSN memberikan tugas kepada DPS untuk :
1. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah,
2. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
4. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan DSN.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 6 tahun 2004 pasal 27, tugas, wewenang, dan tanggung jawab dewan pengawas syariah adalah :
a. Memastikan dan mengawasi kesesuian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
b. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank.
c. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank.
d. Mengkaji jasa dan produk baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN.
e. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap enam bulan kepada direksi, komisaris, DSN, dan Bank Indonesia.

Secara yuridis, Dewan Pengawas Syariah (DPS) di lembaga perbankan menduduki posisi yang kuat, karena keberadaannya sangat penting dan strategis.
Menurut UU No 40 Tahun 2007 Pasal 109 :
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
2. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
3. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.

Berdasarkan Undang-Undang tersebut, setiap perusahaan yang berbadan hukum Perseroan Terbatas wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
Sejalan dengan itu, Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Pasal 32 menyebutkan :


1. Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS.
2. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
3. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.


Kegiatan Bank Syariah tentunya harus memenuhi aspek Good Corporate Governance yang selanjutnya diebut CGC, adalah suatu tata kelola Bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), profesional (professional), dan kewajaran (fairness), Pasal 47 dalam PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah menjelaskan bahwa tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah adalah memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan prinsip syariah.

Pada pasal 46 PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah menjelaskan bahwa Dewan Pengawas Syariah wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance. Pada konsep tersebut Dewan Pengawas Syariah berkewajiban secara langsung melihat pelaksanaan suatu lembaga keuangan syariah agar tidak menyimpang dari ketentuan yang telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dewan Pengawas Syariah melihat secara garis besar dari aspek manajemen dan administrasi harus sesuai dengan syariah, dan yang paling utama sekali mengesahkan dan mengawasi produk-produk perbankan syariah agar sesuai dengan ketentuan syariah dan undang-undang yang berlaku.

Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 11/03/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah, anggota DPS dapat merangkap jabatan di empat lembaga keuangan syariah. Ini menjadikan ketentuan mengenai dewan pengawas syariah (DPS) di bank menjadi lebih fleksibel.

Sebelumnya berdasar PBI Nomor 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, anggota DPS ditetapkan merangkap jabatan di dua bank syariah dan dua lembaga keuangan bukan bank. Namun dengan ketentuan baru anggota DPS dapat menjabat di lembaga keuangan lainnya, tak hanya terpatok pada dua bank.

Direktur Batasa Tazkia Consulting, Heriyakto S Hartomo berharap adanya peraturan tersebut dapat membuat DPS berperan lebih efektif. “DPS mungkin dinilai masyarakat tidak banyak berperan karena itu dengan peraturan ini setidaknya hal itu dapat berubah,”

Masih menurut Heriyakto yang penulis kutip dari republika online bahwa dengan adanya peraturan tersebut anggota DPS yang terpilih dapat menjadi dewan pengawas di lembaga keuangan syariah lainnya, seperti asuransi syariah maupun Baitul Maal wat Tamwil. “Dengan adanya kebebasan di empat lembaga keuangan syariah berarti anggota DPS bisa ke bank, BPRS, atau asuransi saja. Jadi lebih fleksibel,”

Dalam PBI No 11/03 anggota DPS harus mendapat persetujuan dari BI sebelum resmi menjadi anggota DPS suatu lembaga keuangan syariah. Tak hanya berbekal dari rekomendasi Majelis Ulama Indonesia saja. Selain itu syarat lainnya adalah memiliki integritas, komitmen terhadap pengembangan bank dan lulus dalam uji fit and proper test yang ditetapkan oleh BI. Hal ini didasarkan kepada pentingnya anggota DPS yang profesional dan produktif, (bukan sekedar pajangan), maka, adalah sangat tepat apabila Bank Indonesia melakukan fit and profer test terhadap calon anggota DPS, betapa pun tingkat professornya dan kedalaman ilmu agama yang dimilikinya. Seorang DPS juga harus cerdas dalam ilmu ekonomi perbankan dan meyakini secara ilmiah tentang keharaman bunga bank.

Selain itu, Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 menyatakan bahwa mewajibkan bank umum syariah (BUS) atau unit usaha syariah (UUS) untuk menyesuaikan diri dengan fatwa-fatwa syariah. “Karena itu, di PBI ini dicantumkan pengaturan mengenai peran Dewan Pengawas Syariah (DPS).

PENUTUP
Dengan adanya peraturan tersebut diatas kita semua pastinya berharap semoga kinerja Dewan Pengawas Syariah kedepan lebih maksimal, difungsikan dan berfungsi sebagaimana mestinya tidak hanya sebagai pajangan pada Lembaga-lembaga Keuangan Syariah seperti yang telah terjadi selama ini, (seperti yang diberitakan dibanyak media serta pengalaman saya setahun yang lalu sewaktu menjadi supervisi pada PPL mahasiswa ekonomi islam).

Bahkan dengan tegas Agustianto, MA menyatakan bahwa Lembaga Keuangan Syariah harus menyadari bila mereka sering mengabaikan kepatuhan prinsip syariah, mereka akan menghadapi risiko reputasi (reputation-risk) yang bermuara pada kekecewaan masyarakat dan sekaligus merusak citra lembaga keuangan syariah itu sendiri.

Peringatan serupa disampaikan Maulana Ibrahim, dalam Simposium Nasional Ekonomi Islami di Malang. Deputi Gubernur BI itu dalam orasinya ia menuliskan,” Sejak dini Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) dan pengawas bank syari’ah, harus meluruskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di bank syari’ah. Hal ini penting agar bank syari’ah tidak menjadi bank yang bermasalah. Khusus terhadap prinsip-prinsip syari’ah, bankir syari’ah harus sepenuhnya konsisten terhadap penerapan prinsip-prinsip syari’ah, karena umumnya di dunia ini kegagalan bank syari’ah dapat terjadi, karena ketidak-konsistenan dalam menjalankan prinsip syari’ah”.(28/5/05)

Sumber.

http://www.bi.go.id

mengenal DPS

a.Pengertian DPS
Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI,
No: Kep-98/MUI/III/2001 :
DPS adalah badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas
§ mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah tersebut.


Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan di Lembaga§ Keuangan Syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.

b.Struktur DPS
DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas Direksi.
§


Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja§ manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada menejemen dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam.

Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan§ sistem pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya.

Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan tersebut.§

Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Biro Syariah.§

c.Peranan DPS
Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi
§ jalannya Lembaga Keuangan Syariah sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah


Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala§ (biasanya tiap tahun) bahwa Lembaga Keuangan Syariah yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah

Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat§ rekomendasi produk baru dari Lembaga Keuangan Syariah yang diawasinya

Dewan Pengawas Syariah bersama Komisaris dan Direksi, bertugas untuk§ terus-menerus mengawal dan menjaga penerapan nilai-nilai Islam dalam setiap aktifitas yang dikerjakan Lembaga Keuangan Syariah

DPS juga bertugas untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat§ tentang Lembaga Keuangan Syariah, melalui media-media yang sudah berjalan dan berlaku di masyarakat, seperti khutbah, majelis taa”lim, pengajian-pengajian, maupun melalui dialog rutin dengan para tokoh agama dan tokoh masyarakat

d.Fungsi DPS
Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001


Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.§
Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
§

Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan§ syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalamsatu tahun anggaran.

DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan DSN§





Pengertian DPS (dewan pengawas syariah) dan fungsinya

A. Pengertian DPS
(Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001):

*DPS adalah badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah tersebut.

*Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan di Lembaga Keuangan Syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.


B. Fungsi DPS

(Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001)

1.Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.

2.Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.

3.Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.

4.DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan DSN


C. Struktur DPS Pada Lembaga Keuangan Syariah

1.DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas Direksi.

2.Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada menejemen dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam.

3.Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya.

4.Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan tersebut.

5.Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Sekretaris DPS.


D. Fungsi & Peran DPS

1.Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya Lembaga Keuangan Syariah sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah
.
2.Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa Lembaga Keuangan Syariah yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah.

3.Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari Lembaga Keuangan Syariah yang diawasinya.
4.Dewan Pengawas Syariah bersama Komisaris dan Direksi, bertugas untuk terus-menerus mengawal dan menjaga penerapan nilai-nilai Islam dalam setiap aktifitas yang dikerjakan Lembaga Keuangan Syariah

5.DPS juga bertugas untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang Lembaga Keuangan Syariah, melalui media-media yang sudah berjalan dan berlaku di masyarakat, seperti khutbah, majelis ta'lim, pengajian-pengajian, maupun melalui dialog rutin dengan para tokoh agama dan tokoh masyarakat


E. Dewan Syariah Nasional (DSN) & Hubungannya Dengan DPS

1.Dengan berkembangnya Lembaga Keuangan Syariah, berkembang pula jumlah DPS yang berada pada masing-masing Lembaga tersebut.

2.Terkadang muncul fatwa yang berbeda antara DPS satu lembaga dengan yang lainnya, dan hal seperti ini dikhawatirkan akan membingungkan umat.

3.Oleh karenanya MUI menganggap perlu dibentuknya satu Dewan Syariah yang bersifat nasional, sekaligus membawahi seluruh Lembaga Keuangan Syariah.

4.Lembaga ini kemudian dikenal dengan nama Dewan Syarian Nasional (DSN).


DEWAN SYARIAH NASIONAL

Kedudukan, Status & Anggota

Dewan Syariah Nasional adalah Dewan Yang dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembagan keuangan syariah.
1.DSN merupakan bagian dari MUI

2.DSN membantu pihak terkait, seperti Depkeu, BI dan lain-lain dalam menyusun peraturan/ ketentuan untuk lembaga keuangan syariah.

3.Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi, dan para pakar dalam bidang yang terkait dengan muamalah syariah.

Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI dengan masa bakti sama dengan periode masa bakti pengurus MUI Pusat, (5 tahun).

sumber :
http://www.takaful.com

DEWAN PENGAWAS SYARIAH


A.    Pengertian Dewan Pengawas Syariah

Dewan Pengawas Syariah adalah Dewan yang melakukan pengawasan terhadap prinsip syariah dalam kegiatan usaha bank. Ada beberapa inkonsistensi dalam literature yang  menggunakan terminologi untuk memberi istilah lembaga yang bertanggung jawab dalam memastikan kepatuhan kepada syariah.[1][1]

Abu Moanmer (1989), cenderung  menggunakan istilah Dewan Kontrol Pengawasan Syariah”( Shariah Supervisory Control Board)atau disingkat (SSCB), (Brison dan El- Ashker 1986; Bucheery dan Hood, 1999), lebih memilih menggunakan istilah” Dewan Pengawas Keagamaan”, sedangkan Karim (1990b; Abdallah,200b) memilih menggunakan istilah “Dewan Pengawas Syariah”.

Menurut Abu Moanmer,(1989,hlm.138) SSCB didefinisiakan sebagai lembaga yang digunakan untuk memastikan bahwa bank Islam bekerja dalam batas-batas hukum Islam, mengetahui kerangka dan batasan syariah, dan menginvestasikan atau meningkatkan kapital di dalam batas-batas ini.

Briston dan El-Ashker (1986) dan Bucheery dan Hood (1999), menggunakan istilah “RSB”sebagai badan yang memastikan bahwa semua aktivitas bank Islam sejalan dengan prinsip Islam.[2][2]

Pengertian DPS menurut Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001,adalah sebagai berikut:[3][3]

1.      DPS adalah badan yang ada di lembaga keuangan syari’ah dan bertugas mengawasi

pelaksanaan  keputusan DSN di lembaga keuangan syari’ah tersebut.

2.      Dewan Pengawas Syari’ah diangkat dan diberhentikan di Lembaga Keuangan Syari’ah melaluiRUPS setelah mendapatkan rekomendasi dari DSN.


B.     Tugasdan Fungsi Dewan Pengawas Syariah

Menurut Briston dan El-Ashker tugas DPS yaitu sebagai mekanisme kontrol untuk memonitor kinerja bank Islam yang berkaitan dengan isu kepatuhan pada syariah. Selain itu, DPS  juga bertugas  untuk memastikan semua kontrak, prosedur dan transaksi yang dilakukan oleh bank Islam adalah dengan aturan Islam.[4][4]

Sedangkan menurut Abu Moamer (1989) tugas DPS adalah memastikan agar bank Islam dilakukan dengan batas-batas syariah. Secara lebih spesifik, Abu Moamer menyatakan bahwa DPS diharapkan memastikan bahwa bank Islam bebas dari transaksi yang mengandung bunga, perjudian, spekulasi, dan melakukan perdagangan produk yang diharamkan seperti daging babi atau minuman keras. Selain itu Dewan Pengawas Syariah harus melakukan audit terhadap dan zakat bank Islam untuk memastikan perhitungan yang benar, administrasi yang benar, dan distribusi zakat yang adil ke delapan kelompok yang berhak menerima zakat seperti yang disebutkan dalam Al-Quran.

Menurut Adnan (2005) Dewan Pengawas Syariah mempunyai tugas  yang unik, berat, dan strategis. Keunikan tugas ini dilihat dari kondisi bahwa anggota DPS harus mampu mengawasi dan menjamin bahwa lembaga keuangan syariah sungguh-sungguh dapat berjalan  sesuai dengan peraturan syariah.[5][5]

Tugas DPS sangat berat, karena memang tidak mudah menjadi lembaga yang harus mengawasi dan bersifat menjamin operasi sebuah etika bisnis dalam konteks yang amat luas dan kompleks yang secara umum memasuki ranah-ranah khilafiyah. Karena menyangkut urusan-urusan muammalah dimana ruang interpretasinya sangatlah luas. [6][6]

Tugas dan Fungsi DPS dalam lembaga keuangan syariah sebagai berikut:[7][7]

1.      Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalanya Lembaga Keuangan Syariah sehari-hari agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah.

2.      Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap bulan)

3.      Mengawasi Lembaga Keuanga Syariah yang telah berjalan sesuai dengan ketentuan   syariah. 

4.      Meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari Lembaga Keuangan Syariah yangdiawasinya.

5.      Dewan Pengawas Syariah bersama dengan Direksi, bertugas untuk terus-menerus mengawal dan menjaga penerapan nilai-nilai Islam dalam setiap aktivitas yang dikerjakan Lembaga Keuangan Syariah

6.      Dewan Pengawas Syariah juga bertugas melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentangLembaga Keuangan Syariah melalui media-media yang sudah berjalan dan berlaku di masyarakat seperti khutbah, majelis ta’lim, pengajian-pengajian, maupun melalui dialog rutin dengan para tokoh agama dan tokoh masyarakat.

7.      Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan Unit Usaha Syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek syariah.

8.      Sebagai mediator antara dan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.

9.      Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan dari ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti bank Indonesia dan Bapepam.

10.  Memberi peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.

11.  Mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak digunakan.


C.    Struktur DPS

Adapun struktur DPS dalam setiap lembaga keuangan syari’ah disusun sebagai berikut :[8][8]

Ø DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas direksi.

Ø Fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja management, maka DPS melakukan pengawasan kepada management dalam kaitan dengan implementasi system dan produk-produk supaya sesuai dengan syariah islam.

Ø Bertanggung jawab atas pembinaan akhlakseluruh karyawan berdasarkan system pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahun.

Ø Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai islam dilingkunagn perusahaan tersebut.


D.    Wewenang Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Wewenang Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah:

1.      Memberi pedoman atau garis-garis syariah, baik untuk pengerahan maupun untuk

penyaluran dana serta kegiaan bank lainnya.

2.      Mengadakan perbaikan seandainya suatu produk yang telah atau sedang dijalankan dinilai bertentangan dengan syariah.

Tugas, wewenang dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah menurut ketentuan pasal   27 peraturan  Bank Indonesia:

a)    Memastikan dan mengatasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan Dewan Syariah Nasional .

b)   Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang dilakukan Bank.

c)    Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi Bank.

d)   Mengkaji produk  dan jasa  baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan pada fatwa  pada Dewan Syariah Nasional.

e)    Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya 6 bulan kepada Direksi, Komisaris, Dewan Syariah Nasional dan Bank Indonesia.


E.     Dewan Pengawas Syariah (DPS) Bank Islam di Indonesia

Antonio (2000) menyatakan bahwa MUI pada 1999 telah mendirikan lembaga yang diberi nama Dewan Syariah Nasional (DSN) yang dimaksudkan untuk mengkonsolidasi setiap fatwa atau opini yang dikeluarkan oleh DPS institusi financial islam (IFI) yang berbeda-beda. Menurut MUI (1999), komposisi anggota DSN harus terdiri dari ulama dan pakar dibidang lain yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi dan transaksi bisnis dari perspektif islam.[9][9]MUI juga menyatakan bahwadalam menjalankan perannya, DSN dibantu oleh komite kerja harian dimana DSN memiliki kekuasaan penuh untuk mengangkat dan memberhentikan anggota pada anggota ini.

Eksistensi DPS bank islam di Indonesia pada mulanya tidak diakui(perbankan) no.7/1992. Akan tetapi, dengan amandemen UU perbankan no.10/1998. Setiap bank Islam memiliki regulasi yang lebih detail yang berkaitan dengan eksistensi, DPS, yaitu peraturan BI No. 6/24/2004.


F.     Keanggotaan Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Anggota Dewan Pengawas Syariah seharusya terdiri dari ahli syariah yang sedikit banyakmenguasai hukum dagang positif dan cukup terbiasa dengan kontrak-kontrak bisnis. Anggota Dewan Pengawas Syariah bukanlah staf bank, mereka ditentukan oleh rapat umum pemegang saham serta gaji mereka ditentukan oleh rapat umum pemegang saham. Dewan Pengawas Syariah mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas tertentu seperti halnya badan pengawas lainnya.

Jika ada perbedaan pendapat antara DPS dari suatu bank Islam baik secara nasional maupun internasional, maka secara nasional pendapat-pendapat DPS dimasing-masing bank umum dan BPRS dapat disatukan dengan cara konsorsium Dewan Pengawas Syariah nasional dibawah naungan Majlis Ulama Indonesia (MUI) bekerjasama dengan Bank Indonesia.

 Menurut BI (2004b), anggota DPS bank Islam adalah dua sampai lima orang. DSN-MUI dan BI (2004b) sepakat bahwa anggota DPS harus berintegrasi tinggi dan punya kompetensi, pengetahuan dan pengalaman dalam fiqih muamalah, aktivitas finansial dan transaksi bisnis. BI juga menyatakan bahwa anggota DPS harus memiliki reputasi finansial yang bagus, seperti (1) apakah mereka punya kredit macet; dan (2) apakah mereka pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota dewan direksi yang terbukti bersalah membuat perusahaan bangkrut stidaknya dalam lima tahun sebelum mereka dicalonkan sebagai anggota DPS.

Selain itu, BI menyatakan bahwa anggota DPS diijinkan merangkap menjadi anggota DPS dan dua bank Islam IFI lain pada saat bersamaan. Terakhir, BI menyatakan bahwa paling banyak dua anggota DPS disetiap bank Islam yang dapat menjadi anggota DSN-MUI pada saat yang bersamaan.

Menurut DSN-MUI dan BI, anggota DPS dicalonkan oleh menejemen bank Islam. Menejemen bank Islam harus memastikan bahwa calon yang mereka ajukan mampu memenuhi persyaratan untuk menjadi anggota DPS. Jika DSN-MUI dan BI menyimpulkan bahwa calon telah memenuhi syarat, maka DSN-MUI dan BI akan menyetujui calon itu menjadi anggota DPS untuk bank Islam di Indonesia.

Untuk cakupan internasional, “ The Higher Shariah Supervisor Council” sudah dibentuk oleh Internasional Asociation Of Islamic Banks yang berkedudukan di Kairo.

Adapun kegiatan yang dilakukan oleh konsorsium dewan pengawas bank Islam baik nasional maupun Intenasional adalah:

1.      Menerima persoalan-persoalan tentang prinsip syariah dalam bank Islam, baik dari bank-bank anggota maupun masyarakat umum.

2.      Mengamati kegiatan-kegiatan bank-bank anggota, baik menyangkut pengarahan maupun penyaluran dana.

3.      Memberikan rekomendasi-rekomendasi guna memungkinkan bank-bank anggota untuk meneruskan atau mengodifikasi kegiatan-kegiatannya.

Karena Dewan Pengawas Syariah bukanlah staf bank dimana mereka tidak tunduk dibawah kekuasaan administratif, maka diperlukan seorang “ Liason syariah” yang menghubungkan dengan dewan direksi. Seorang Liason syariah hendaklah seseorang yang menguasai fiqih muamalah secara mendalam dan mendalami operasional perbankan; baik yang menyangkut kontrak-kontrak perjanjian maupun penyerahan dan penyaluran.

Tugas-tugas liason syariah adalah sebagai berikut :

a.       Memberikan penjelasan kepada segenap jajaran dan internal Bank.

b.      Memberikan informasi tentang mekanisme operasional Bank Islam dan konsep-konsep syariahnya ke pihak luar denga npersetujuan dewan direksi atau DPS

c.       Menyusun dan melaksanakan paket atau modul-modul tertentu untuk meningkatkan intelektualitas dan komitmen keislaman segenap jajaran dan segmen bank Islam.

d.      Mengawasi dan memastikan segenap aktifitas dan produk agar tetap sesuai syariah serta mengajukannnya kedalam DPS bila man didapati suatu pelangggaran atau mal practice.

e.       Menyusun dan melaksanakan program jangka panjang dan jangka pendek secretariat DPS.


G.    Laporan DPS

Laporan Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada dasarnya mencakup informasi yang diberikan oleh anggota-anggota dewan mengenai praktik perbankan yang tidak bertolak belakang dengan ajaran agama islam. Biasanya laporan DPS ini disampaikan bersamaan dengan laporan tahunan bank. Bentuk dari laporan DPS ini tidak sama antara satu bank dengan bank lainnya walaupun masih dalam cakupan negara yang sama karena mempunyai mekanisme operasinal yang berbeda-beda.

Abdallah (1994), menyatakan bahwa DPS harus melakukan empat pemeriksaan laporan keuangan bank Islam. Pertama, DPS memastikan bahwa formula yang digunakan untuk mengalokasikan profit antara shareholder dan pemegang akun investasi adalah adil dan sejalan dengan rekomendasi yang diberikan oleh DPS.Kedua, DPS mengonfirmasikan bahwa semua penerimaan bank Islam berasal dari transaksi yang  sah sesuai hukum. Jika bank Islam mendapat penerimaan ini tidak sesuai hukum Islam, DPS akan menyatakan bahwa penerimaan ini tidak boleh dimasukkan dalam profit yang dialokasikan untuk shareholderdan pemegang akun investasi. Ketiga, DPS memastikan agar zakat dihitung dengan benar, dilaporkan secara transparan dan didistribusikan secara merata kepada penerima zakat.Keempat, DPS bertanggung jawab menyatakan opini bank Islamdalam menjalankan peran sosialnya di lingkungan masyarakat.

Tinjauan mengenai laporan dewan pengawas di beberapa bank dunia islam:

1.      Bank Islam Faisal Bahrain (laporan tahun 1993)

Dewan pengawas keagamaan mengadakan beberapa pertemuan selama tahun anggaran untuk membahas operasi dan kontrak-kontrak bank.

2.      Bank Investasi Islam Al-Barakah Bahrain (tahun 1994)

Komite syariah mengadakan pertemuan periodik serta memeriksa neraca serta setiap transaksi yang dilakukan.

3.      Bank Islam Bahrain (tahun 1993)

Komite kontrol keagamaan memeriksa neraca perusahaan, kontrak-kontrak (akad-akad) serta transaksi-transaksi yang dilakukan.

4.      Bank Islam Faisal Sudan (tahun 1992)

Dewan pengawasan secara aktif terlibat dalam perancangan kontrak kontrak (akad) dasar bank dalam beraktivitas.Bahkan dapat memberikan koreksi atas hal tersebut.

5.      Bank Islam Tadamon Sudan (tahun 1993)

Departemen riset dan fatwa menghadiri rapat umum dan meneliti legalitas serta legitimasi operasi bank untuk menjaga agar semua aktivitas dan operasi memenuhi persyaratan syariah.

6.      Bank Islam Bangladesh (tahun 1993)

Dewan syariah membahas isu-isu operasional, memberikan pandangan dan saran kepada bank serta memeriksa laporan keuangan, seperti laporan rugi laba, laporan perubahan modal dan neraca.

7.      Bank Islam Yordania (1993)

DPS mengadakan rapat dengan general manager, deputy dan assistant untuk meneliti kesesuain transaksi-transaksi pada bank tersebut dalam syariah.

8.      Kuwait Finance House (tahun 1994)

Dewan pengawas mengikuti seluruh kinerja selama satu tahun agar sesuai dengan syariat islam dimana tidak ada kegiatan menzalimi orang lain didalam aktivitas tersebut.

9.      Bank Islam Malaysia Berhad (tahun 1994)

Dewan bertugas untuk memastikan agar operasi bank sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan dipertanggung jawabkan setiap tahun.

10.  Bank Islam Internasional Qatar (tahun 1993)

Komite pengawasankeagamaan memeriksa akad-akad sebelum diaplikasikan dan menyusun draf yang sesuai dengan hukum syariah. Komite juga merespon semua masalah yang terjadi selama operasi

11.  Beit Et Tanwil Tounsi Saudi (tahun 1992)

Mengecek semua kontrak yang dilakukan agar sesuai dengan hukum dan syariat islam.

12.  Bank Islam Faisal Kibris (tahun 1992)

Dewan pengawas syariah memeriksa kinerja bank selama satu tahun dan memberikan saran rekomendasi terhadap aktivitas-aktivitas perbankan, memeriksa kontrak-kontrak dan instrumen-instrumen legal dalam tiap transaksi, neraca, melalui diskusi dengan tiap-tiap bidang.

13.  Bank islam dubai (tahun 1992)

Memeriksa aktivitas-aktivitas bank dalam tahun anggaran, memeriksa laporan secara detail dan mengambil contoh-contoh transaksi agar sesuai dengan fatwa syariah.[10][10]


H.    PROSES REVIEW SYARIAH

Karim (1990b) menyatakan bahwa DPS menjalankan perannya berdasarkan prinsip yang ditetapkan dalam al-Quran, sunnah dan ijma yang lebih dihargai ketimbang aturan dan kode etik profesional lainnya. Menurut Banaga et al (1994), DPS diharapkan menerima pertanyaan dari management atau pihak lain dan menyajikannya alam dewan direksi. DPS diminta untuk menyiapkan draft opini dan mengirimkannya kepada semua pihak yang berkepentingan. DPS biasanya berpartisipasi dalam penyiapan keputusan, dekrit dan aturan bank, menyiapkan penjelasan serta study dan riset yang diperlukan untuk mengerahkan sumber daya zakat kepihak yang berhak menerimanya. DPS menjalankan review teknis untuk memastikan kontrol syariah telah di implementasikan oleh bank, cabangnya dan afialisasinya.

AAOIFI governance standard(2002) menjelaskan bahwa DPS harus melakukan setidaknya tiga tahap dalam menjalankan tugasnya, yaitu merencanakan dan melaksanakan  prosedur review, serta mendokumentasikan kesimpulan dan pelaporan. Selama tahap perencaan DPS harus memahami aktifitas dari bank Islam baik mengenai produk atau transaksinya. DPS harus menentukan kriteria sampel yang tepat berdasarkan kompleksitas dan frekuensi transaksi.

Setelah menyusun rencana DPS perlu menjalankan prosedur review syariah. Tahapan menjalankan prosedur ini berdasarkan sampel dari bank Islam cara ini didukung oleh Karim (1990b) yang berpendapat bahwa mustahil bagi DPS untuk me-review semua transaksi bank Islam. Diharapkan dari tahap ini DPS mendapatkan pemahaman yang jelas tentang kinerja manajemen, terutama yang terkait dengan isu syariah. Sehingga DPS menjalankan beberapa aktifitas seperti me-review kontrak, perjanjian, laporan dan dokumen lainnya  dengantujuan menentukan atas semua transaksi produk yang didasarkan pada peraturan DPS, berkonsultasi dan berkoordinasi dengan auditor luar, dan mendiskusikan temuan bersama manajeman bank. Tahap ketiga adalah mendokumentasikan kesimpulan dan laporan. DPS menyusun dokumen yang memuat kesimpulan tentang kinerja bank Islam yang berkaitan dengan prinsip syariah yang akan diberikan kepada shareholderbank Islam.

AAOIFI standard governance (200b), menyatakan bahwa laporan syariah ini dipublikasikan dalam laporan tahunan bank Islam. Selain itu, DPS juga diharuskan membacakan pada rapat umum tahunan.DPS juga harus mengeluarkan laporan review syariah khusus yang isinya lebih detail.

Berdasarkan metode DPS dalam menjalankan tugas-tugasnya, tampak bahwa AAOIFI governance standard (200c) sepakat dengan opini Bakar (2002) bahwa DPS harus melakukan investigasi penuh terhadap kegiatan, dokumen, kontrak, kesepakatan, kebijakan dan produk bank Islam. Namun AAOIFI governance standard (2002c), menyatakan bahwa DPS masih bisa melakukan tugasnya secara part-timesebab DPS dibantu oleh departemen syariah internal yang dibentuk oleh manajemen bank Islam. Menurut AAOIFI governance standar (2002d) review syariah internal dapat dilakukan oleh departemen independen ataupun bagian dari audit internal, tergantung pada besarnya bank Islam. Departemen khusus ini ditugaskan untuk memastikan bahwa managemen dari bank Islam itu sudah memenuhi tanggung jawabnya dalam menjalankan transaksi dan aktivitas perbankan berdasarkan prinsip Islam. Karenanya departemen syariah diberi akses tak terbatas ada dokumen, laporan dan lain sebagainya.Untuk menjaga objektivitas dan independensi departemen khusus ini kepala departement syariah internal bertanggung jawab langsung kepada dewan direksi.

Partisipasi dalam proses review salah satunya menyiapkan tentang penjelesan studi dan riset sehingga dibutuhkan dua metode kuesioner dan wawancara. Sehingga dengan metode kuesioner merupakan cara yang paling efisien untuk mendapatkan opini atau persepsi, sehingga informasi yang didapatkan lebih ekonomis jika dibandingkan dengan metode survei lain. DPS bank islam di Indonesia dianggap sebagai staf part-time, penggunaan kuesioner mungkin hanya mendapatkan tingkat respons yang rendah.


I.       HAL- HAL YANG PENTING UNTUK DIPERHATIKAN

Di Malaysia, pasal 5 dari undang-undang perbankan islam tahun 1983 menyatakan bahwa bank sentral tidak merekomendasikan pemberian izin kepada bank islam tanpa secara jelas dicantumkannya persyaratan lembaga pengawas syariah. Oleh sebab itu tidak ada izin mendirikan bank islam tanpa pencantuman hal tersebut di dalam proposal bank. Di mesir, UU No. 48/1997 tentang pendirian bank finansial memberikan juga persyaratan yang serupa.

Jordan islamic bank fo finance and invesment, point 13 tahun 1978 tidak hanya menunjukkan konsultan syariah, tapi juga menerangkan tentang prosedur. Namun untuk di negara lain tidak ada hukum yang secara khusus mensyaratkan adanya DPS, misalnya di Turki. Dalam peraturan No.83 yang mengatur pendirian operasi dan likuidasi lembaga keuangan khusus/bank islam tidak mensyaratkan bank harus membentuk suatu DPS. Persyaratan ini dijelaskan dalam pasal 13 peraturan No.83.[11][11]

Bagi negara yang tidak memiliki hukum secara khusus mengatur mengenai bank islam, persyaratan mendirikan DPS dicantumkan dalam aturan internal bank. Namun bank-bank di negara yang sepenuhnya menerapkan hukum islam dalam bidang keuangan ternyata tidak secara khusus mensyaratkan pendirian DPS. Hal-hal yang melatarbelakangi bahwa bank yang sudah di akui didalam wilayah hukum tersebut di anggap sudah menggunakan sistem yang sudah bebas dari bunga.Contohnya dalam negara Iran, dalam hukum perbankan bebas bunga tahun 1983 yang tidak mempersyaratkan pendirian DPS.Sama halnya dengan di Pakistan.

Walaupun bank tidak mempersyaratkan atas pendirian DPS tetapi tetap akan ada pengawasan dari dewan keagamaan yang ditunjuk oleh pemerintah contohnya di Pakistan. Prosedur dari penunjukan antara bank satu dengan bank yang lainnya berbeda-beda sama halnya dengan bentuk laporan yang disampaikan bersamaan dengan laporan tahunan. Penunjukan anggota DPS berdasarkan hak kuasa penuh dari dewan direktur bank yang bersangkutan, dimana proses penunjukkan itu dilakukan didalam pertemuan RUPS.

Sama halnya dengan Bank Islam Faisal Mesir, penunjukan DPS Bank Islam Faisal Kibris dibuat oleh pemegang saham selama rapat umum.Di Kibris, periode jabatan anggota hanya satu tahun, bukan tiga periode seperti yang diterapkan di Mesir.Sedangkan di Bank Islam Faisal Bahrain, penunjukan dilakukan oleh dewan direktur beserta pemegang saham.Hal itu menunjukkan bahwa setiap peraturan atau prosedur berbeda-beda tergantung dari kebijakan bank tersebut.Namun Bank Islam Dubai contohnya, memiliki DPS dimana dalam AD/ART tidak menjabarkan secara detail tentang prosedur penunjukkan tersebut.

Salah satu unsur yang membedakan bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawasan Syariah  dalam struktur keepengurusan  Badan Usaha(BUS) maupun Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS),disamping adanya Direksi Komisaris sebagaimana lazimnya struktur kepengurusan suatu bank pada umumnya.


J.        REPOSITIONING DSN DAN DPS

Fungsi Stategis dalam Keputusan Menteri Keuangan.Dalam KMK yang baru selain telah diatur tentang perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip-prinsip syariah, juga menempatkan posisi DPS pada posisi yang sangat menentukan.Karena, departemen keuangan sebagai pihak regulator benar-benar mempercayakan sepenuhnya kepada DPS/DSN-MUI tentang pengawasan dalam kaitan dengan pelaksanaan prinsip-prinsip syariah.

Berikut ini kami kutipkan beberapa ketentuan yang diatur dalam KMK berkenaan dengan fungsi pengawas DPS/DSN-MUI sebagai berikut:

1.      Dalam KMK NO.422/KMK.06/2003: Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

Pasal 30 ayat 1: perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi wajib menyampaikan laporan operasi untuk kegiatan setiap satu triwulan yang berakhir per 31 Maret, 30 Juni, 30 September, 31 Desember, kepada menteri.

Pasal 30 ayat 3: laporan operasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi perusahaan asuransi yang perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah, atau perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang memiliki cabang dengan prinsip syariah, harus dilengkapi dengan pernyataan DPS bahwa penyelenggaraan usaha perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi dimaksud untuk triwulan yaag bersangkutan tidak menyimpang dari prinsip syariah.

2.    Dalam KMK NO.424/KMK.06/2003: Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

Pasal 1 ayat 3: prinsip syariah adalah prinsip perjanjian berdasarkan hukum Islam antara perusahaan asuransi dan reasuransidengan pihak lain, dalam menerima amanah dengan mengelola dana peserta melalui kegiatan infestasi atau kegiatan lain yang diselenggarakan sesuai syariah.

Pasal 6 ayat 1 huruf a: laporan perhitungan tinggkat solvabilitas truwulan per 1 Maret, 30 Juni, 30 September dan 31 Desember, paling lambat satu bulan setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan.

Pasal 6 ayat 2: bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang menjalankan usaha asuransi atau reasuransi dengan prinsip syariah, laporan perhitungan  tingkat solvabilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Huruf a harus dilengkapi dengan surat pernyataan DPS bahwa pengelolaan kekayaan dan kewajiban telah dilakukan sesuai dengan prisip syariah.

3.      Dalam KMK No.426/KMK.06/2003: Tentang Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

Bagian kedua: persyaratan dan tata cara memperoleh izin usaha perusahaan asuransi dan perusahaan resursnsi dengan prisip syriah.

Pasal 3: Setiap Pihak dapat melakukan, usaha asuransi dan usaha reasuransi berdasarkan prinsip syariah.

a.             Penderian baru perusahaan asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah.

b.            Konversi dari perusahaan asuransi dengan prinsip konvesional menjadi perusahaan asuransi dengan prinsip syariah atau konversi dari perusahaan resuransi dengan prinsip konvesional menjadi perusahaan reasuransi dengan prinsip syriah.

c.             Pendirian kantor cabang baru dengan prinsip Syariah dari perusahaan asuransi dengan prinsip konvesional atau perusahaan reasuransi dengan prinsip konvesional.

d.            Konversi dari kantor cabang perusahaan dengan prinsip konvesioanal menjadi kantor cabang dengan prinsip syariah dan perusahaan asuransi dengan prinsip konvesioanal, atau konversi dari kantor cabang Perusahaan Reasuransi dengan prinsip konvesional menjadi kantor cabang dengan prinsip syariah dari perusahaan reasuransi dengan prinsip konvesional.


Pasal 4 ayat 3: selain harus memenuhi ketentuan dalam ayat (1), pendirian atau konversi perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah harus pula menyampaikan:

a.             Bukti pengesahan DSN tentang penuntujakn anggota DPS Perusahaan.

b.            Bukti pendukung bahwa tenaga ahli yang di pekerjakan memiliki keahlian di bidang asuransi atau ekonomi syariah.

c.             Bukti pengesahaan DPS Perusahaan atas produk asuransi yang akan dipasarkan sekurang-kurangnya meliputi :

·                     Dasar perhitungan tarif premi, cadangan premi dan asset share atau profit testingbagi perusahaan asuransi jiwa.

·                     Dasar perhitungan tarif premi, cadangan premi dan proyeksi under writing bagi Perusahaan Asuransi Kerugian.

·                     Cara pemasaran.

·                     Contoh polis,surat permohonan penutupan asuransi dan brosur.

d.            Pedoman pelaksanaan manajemen keuangan sesuai syariah yang sekurang-kurangnya mengatur mengenai penempatan inventasi baik batasan jenis maupun jumlah.

Pasal 32 ayat 2: selain harus memenuhi ketentuan dalam ayat (1), permohonan pembuktian kantor cabang dengan prinsip syariah harus pula dilengkapi dengan bukti sebagai berikut :

a.         Pengesahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang.

b.        Bukti memperkerjakan tenaga ahli sebagai mana dalam pasal 32 ayat (1) huruf c yang dilengkapi dengan bukti kualifiaksi, daftra riwayat hidup termasuk bukti pendukungnya.

c.         Pengesahan DSN tentang penunjukan anggota DPS perusahaan.

d.        Pengesahaan DPS perusahaan atas:

Ø  Sumber modal kerja kantor cabang.

Ø  Produk asuransi yang dipasarkan.

Ø  Cara pemasaran.

Ø  System akutansi yang terpisah/tersendiri khusus untuk cabang dengan prinsip syariah.

Ø  Dasar perhitungan tarif premi, cadangan premi dan asset share atau profit testing bagi perusahaan asuransi jiwa.

Ø  Dasar perhitungan tarif premi, cadangan premi dan proyeksi under writing bagi Perusahaan Asuransi Kerugian.

Peran yang diberikan pihak regulator dalam hal ini DEPKU (departemen keuangan) terhadap DPS pada tingkat perusahaan, pada tingkat yang lebih tinggi kepada DSN, merupakan suatu hal yang perlu di syukuri sekaligus perlu persiapan yang matang dan strategis dari pihak DSN-MUI, karena itu, DSN-MUI perlu melakukan restrukturasi, repositioningdan sekaligus memperluas dan memperkuat tim, baik menambah ulama-ulama yang faqih di bidangnya dari berbagai latar belakang “mazdhab” (ormas) maupun memperbanyak lagi merekrut para praktisi yang benar-benar pakar dibidangnya, baik yang masih menjabat sebagai direksi maupun mantan, untuk ikut bersama-sama memikirkan perkembangan ekonomi syariah di negeri ini.







DAFTAR PUSTAKA

Rodoni, Ahmad danHamid, Abdul.2008. Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Zikrul Hakim.

Huda,Nurul dan Edwin Nasution,Mustafa. 2009.Current Issues Lembaga KeuanganSyariah.Jakarta: Prenada Media Group.

Muhammad Syakir,Sula, dkk. 2004.Asuransi Syariah(life and general) konsep dan system operasional.Jakarta: Gema Asuransi.


Ismanto, Kuat. 2009. Manajemen Syariah (Implementasi TQM dalam Lembaga Keuangan Syariah). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.











[12][1]Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, current issues lembaga keuangan 

Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, current issues lembaga keuangan  syariah,

( Jakarta: Prenada Media Group 2009), hlm

[13][2]Ibid, hlm. 208.

[14][3]Sula Muhammad Syakir, dkk, Asuransi Syariah(life and general) konsep dan system operasional,(Jakarta: Gema Asuraansi, 2004) hlm. 541.

[15][4]Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, current issues lembaga keuangan  syariah,

( Jakarta: Prenada Media Group 2009), hlm 209.


[16][5] Kuat Ismanto, Manajemen Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2009), hlm. 114-115.

[17][6] Ibid,542.

[18][7] Kuat Ismanto, Manajemen Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2009), hlm. 116.


[19][8]  Sula Muhammad Syakir, dkk,hlm 542.

[20][9]Loc cit, hlm. 206

[21][10] Ahmad Rodoni dan  abdul hamid, lembaga keuangan syariah,(Jakarta: Zikrul hakim, 2008), hlm. 205-206

[22][11]Ibid, hlm. 207.







[1][1]Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, current issues lembaga keuangan  syariah,

( Jakarta: Prenada Media Group 2009), hlm


[2][2]Ibid, hlm. 208.


[3][3]Sula Muhammad Syakir, dkk, Asuransi Syariah(life and general) konsep dan system operasional,(Jakarta: Gema Asuraansi, 2004) hlm. 541.


[4][4]Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, current issues lembaga keuangan  syariah,

( Jakarta: Prenada Media Group 2009), hlm 209.



[5][5] Kuat Ismanto, Manajemen Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2009), hlm. 114-115.


[6][6] Ibid,542.


[7][7] Kuat Ismanto, Manajemen Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2009), hlm. 116.



[8][8]  Sula Muhammad Syakir, dkk,hlm 542.


[9][9]Loc cit, hlm. 206


[10][10] Ahmad Rodoni dan  abdul hamid, lembaga keuangan syariah,(Jakarta: Zikrul hakim, 2008), hlm. 205-206


[11][11]Ibid, hlm. 207.






















Share this article :

No comments:

Post a Comment

 
Support : Copyright © 2011. Go!!! Ekonomi Syari'ah - All Rights Reserved