Home » » Auditing Dalam Perspektif Islam

Auditing Dalam Perspektif Islam



AUDITING DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Sistem perekonomian Indonesia tidak lagi sebatas pada perekonomian konvensional. Sistem ekonomi islam yang telah lama hanya menjadi bahasan diskusi para ahli kini telah banyak dipraktikan dan diterapkan diberbagai sektor. Bermula dalam sektor perbankan yang ditandai dengan munculnya bank syariah, kemudian merambat pada sektor keuangan  lainnya seperti asuransi, pasar modal, bisnis dan lainnya. Perkembangannya sangat pesat, dan pada saat ini banyak terdapat lembaga keuangan Islam telah beroperasi menerapkan sistem ekonomi islam yang terdapat diberbagai belahan dunia bukan saja di negara Islam tetapi juga di negara non muslim.

Munculnya lembaga keuangan Islam pastinya memiliki karakteristik yang berbeda dengan lembaga keuangan pada umumnya. Operasional usahanya didasarkan pada prinsip Islam dan menerapkan nilai-nilai islami secara konsisten. Maka dari itu, sistem auditing islami sangat diperlukan untuk melakukan fungsi audit terhadap lembaga keuangan islam tersebut dan kesesuaiannya dengan prinsip syariah.

Pendekatan dalam perumusan sistem ini adalah seperti yang dikemukakan oleh Accounting and Auditing Standards for Islamic Financial Institution (AAOIFI) yaitu :
1.      Menentukan tujuan berdasarkan prinsip Islam dan ajarannya kemudian menjadikan tujuan ini sebagai bahan pertimbangan dengan mengaitkannya dengan pemikiran akuntansi yang berlaku saat ini.
2.      Memulai dari tujuan yang ditetapkan oleh teori akuntansi kepitalis kemudian mengujinya menurut hukum syariah, menerima hal-hal yang konsisten dengan hukum syariah dan menolak hal-hal yang bertentangan dengan syariah.
Kode Etik Akuntan/ Auditor merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari syariah islam. Dalam sistem nilai Islam syarat ini ditempatkan sebagai landasan semua nilai dan dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam setiap legislasi dalam masyarakat dan negara Islam. Namun disamping dasar syariat ini landasan moral juga bisa diambil dari hasil pemikiran manusai pada keyakinan Islam.
Beberapa landasan Kode Etik Akuntan/ Auditor Muslim ini adalah :
1.      Integritas : Islam menempatkan integritas sebagai nilai tertinggi yang memandu seluruh perilakunya. Islam juga menilai perlunya kemampuan, kompetensi dan kualifikasi tertentu untuk melaksanakan suatu kewajiban;
2.      Keikhlasan : Landasan ini berarti bahwa Akuntan/ Auditor harus mencari keridhaan Allah dalam melaksanakan pekerjaannya bukan mencari nama, pura-pura, hipokrit dan sebagai bentuk kepalsuan lainnya. Menjadi ikhlas berarti Akuntan/ Auditor tidak perlu tunduk pada pengaruh atau tekanan luar tetapi harus berdasarkan komitmen agama, ibadah dalam melaksanakan fungsi profesinya. Tugas profesi harus bisa dikonversi menjadi tugas ibadah;
3.      Ketakwaan : Takwa merupakan sikap ketakutan kepada Allah baik dalam keadaan tersembunyi maupun terang-terangan sebagai salah satu cara untuk melindungi seseorang dari akibat negatif dari perilaku yang bertentangan dari syariah khususnya dalam hal yang berkitan dengan perilaku terhadap penggunaan kekayan atau transaksi yang cenderung pada kezaliman dan dalam hal yang tidak sesuai dengan syariah;
4.      Kebenaran dan Bekerja Secara Sempurna : Akuntan/ Auditor tidak harus membatasi dirinya hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan profesi dan jabatannya tetapi juga harus berjuang untuk mencari dan menegakkan kebenaran dan kesempurnaan tugas profesinya dengan melaksanakan semua tugas yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baik dan sesempurna mungkin. Hal ini tidak akan bisa direalisir terkecuali melalui kualifikasi akademik, pengalaman praktik, dan pemahaman serta pengalaman keagamaan yang diramu dalam pelaksanaan tugas profesinya. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah dalam Surat An Nahl ayat 90 : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berbuat adil dan berbuat kebajikan”, dan dalam Surat Al Baqarah ayat 195 : “Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”;
5.      Takut kepada Allah dalam setiap Hal : Seorang muslim meyakini bahwa Allah selalu melihat dan menyaksikan semua tingkah laku hamba-Nya dan selalu menyadari dan mempertimbangkan setiap tingkah laku yang tidak disukai Allah. Ini berarti sorang Akuntan/ Auditor harus berperilaku takut kepada Allah tanpa harus menunggu dan mempertimbangkan apakah orang lain atau atasannya setuju atau menyukainnya. Sikap ini merupakan sensor diri sehingga ia mampu bertahan terus menerus dari godaan yang berasal dari pekerjaan profesinya. Sikap ini ditegaskan dalam firman Allah Surat An Nisa ayat 1 : “Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”, dan dalam Surat Ar Raad Ayat 33 Allah berfirman : “Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya)”. Sikap pengawasan diri berasal dari motivasi diri berasal dari motivasi diri sehingga diduga sukar untuk dicapai hanya dengan kode etik profesi rasional tanpa diperkuat oleh ikatan keyakinan dan kepercayaan akan keberadaan Allah yang selalu memperhatikan dan melihat pekerjaan kita. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Thaha ayat 7 : “Sesungguhnya dia mengetahui rahasia dan apa yang lebih tersembunyi”;
6.      Manusia bertanggungjawab dihadapan Allah : Akuntan/ Auditor Muslim harus meyakini bahwa Allah selalu mengamati semua perilakunya dan dia akan mempertanggungjawabkan semua tingkah lakunya kepada Allah nanti di hari akhirat baik tingkah laku yang kecil amupun yang besar. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Zalzalah ayat 7-8 : “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrahpun niscaya dia akan melihat balasnya pula”.
Demikian Kode Etik Akuntan/ Auditor Muslim, dimana pertanggungjawaban tidak semata kepada publik, profesi, atasan, dan dirinya sendiri tetapi juga pada Allah..


Auditing Menurut Al-Qur'an

"Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu merugikan orang lain. Dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Dan janganlah kamu merugikan manusia dengan  mengurangi hak-haknya dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi. Dan bertakwalah kepada Allah yang telah Menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”
(Asy-Syua’ra, 26: 181-184)

Ayat diatas menjelaskan bahwa dalam mengukur (menakar) haruslah dilakukan secara adil, tidak dilebihkan dan tidak juga dikurangkan. Terlebih menuntut keadilan ukuran bagi diri kita sedangkan bagi orang lain kita kurangi.


Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal, pendapatan, biaya, dan laba perusahaan yang sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan  memanfaatkan kesempatan untuk kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam ilmu Auditing.

Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut "tabayyun" sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: 

“Wahai orang-orang yang beriman!
Jika seseorang yang fasik datang kepadamu dengan membawa suatu berita,
maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak memcelakakan suatu kaum
karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu”

Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa' ayat 35 yang berbunyi:

"Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."

 Dari paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa. Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma (kesepakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.
Daftar Pusaka
 http://ahmadbasatrisahari.blogspot.com diakses pada tanggal 7 Januari 2014
www.bpkp.go.id Oleh Daridin dari sebuah buku Auditing dalam Perspektif Islam Karya Dr. Sofyan S. Harahap yang diakses melalui pada tanggal 7 Januari 2014


Share this article :

No comments:

Post a Comment

 
Support : Copyright © 2011. Go!!! Ekonomi Syari'ah - All Rights Reserved